Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Prevalensi Perokok pada Anak Tercatat Menurun, Revisi PP 109/2012 Dinilai Tak Relevan

Ali menyatakan selama ini para pedagang kecil yang menjual rokok sejatinya tidak menjual rokok kepada anak-anak,

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Prevalensi Perokok pada Anak Tercatat Menurun, Revisi PP 109/2012 Dinilai Tak Relevan
TRIBUNNEWS.COM/HO
Aksi Edukasi Pedagang Bijak oleh Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) melakukan kampanye 'Cegah Prokok Anak' di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (17/3/2021). 

Laporan Reporter Tribunnews.com,  Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr. Ali Mahsun mengkritik wacana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Ali menyatakan selama ini para pedagang kecil yang menjual rokok sejatinya tidak menjual rokok kepada anak-anak, baik secara batangan atau bungkusan.

Dia mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat prevalensi merokok di kalangan anak-anak berusia 18 tahun ke bawah terus merosot dalam lima tahun terakhir.

Pada tahun 2022, terdapat 3,44 persen anak berusia 18 tahun ke bawah yang merokok. Presentase ini turun secara konsisten dibandingkan pada tahun 2018 yang bahkan mencapai 9,65%.

Dengan alasan menurunkan prevalensi perokok anak, dia menyoroti rencana revisi beleid yang saat ini diprakarsai Kementerian Kesehatan juga berencana untuk melarang penjualan rokok batangan.

Dikatakan Ali, pihaknya bersama 26 kumpulan pelaku ekonomi rakyat dan pedagang mendeklarasikan “Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Buka Untuk Anak” sebagai pernyataan sikap sekaligus bentuk nyata partisipasi aktif mereka untuk tidak menjual rokok pada anak.

Berita Rekomendasi

“Kami sepenuhnya mendukung upaya pemerintah menekan prevalensi perokok anak dan remaja. Oleh karenanya, kami mendeklarasikan ‘Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Bukan Untuk Anak.’ Di mana seluruh pedagang kaki lima, pedagang asonga, pedagang kelontong, dan teman-teman ekonomi rakyat kecil berkomitmen untuk tidak boleh menjual rokok, baik dengan bentuk batangan atau bungkusan, ke anak-anak,” ujar Ali dalam keterangannya, Senin (6/2/2023).

Menurutnya, wacana larangan penjualan rokok batangan memiliki konsekuensi ketidakadilan bagi kondisi ekonomi rakyat kecil.

Sebab, banyak pedagang yang bakal terdampak atas kebijakan ini, bahkan berpotensi kehilangan sumber pendapatan. Hal ini dikarenakan banyak pedagang yang memiliki modal kecil dan hanya bisa menjual rokok secara batangan.

Baca juga: Larangan Jual Rokok Batangan Dinilai Akan Berdampak Terhadap Omzet UMKM

“Rencana larangan penjualan rokok batangan ini terbit tanpa memikirkan aspek-aspek lainnya. Prevalensi perokok anak dan penjualan rokok batangan tidak memiliki korelasi yang signifikan,” tegas Ali.

Di kesempatan berbeda, pengamat kebijakan, Agustinus Moruk Taek, menjelaskan penyusunan kebijakan di Indonesia selama ini terlalu fokus terhadap fokus hukum dan sering alpa dalam melihat konteks maupun keadilan regulasi.

Hal tersebut membuat suatu regulasi tidak tepat guna, karena tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang seharusnya mendasari suatu kebijakan. Imbasnya, regulasi yang terbit justru menimbulkan ketidakadilan dan masalah baru.

Dalam studi yang dilakukannya, Agustinus menyimpulkan rencana revisi PP 109/2012 dilakukan tanpa riset yang kuat.

Dia menyebut muatan revisi hanya berisi kausalitas tanpa argumentasi dan dukungan data yang akurat.

“Jadi, apakah PP 109/2012 mendesak untuk direvisi? Jawabannya tidak. Hasil studi memperlihatkan regulasi saat ini masih relevan untuk menekan prevalensi perokok anak,” paparnya.

Alih-alih menjadi solusi, Agustinus menekankan bahwa revisi berpotensi menganggu stabilitas ekonomi dan sosial karena akan menjadi tekanan baru bagi seluruh mata rantai industri tembakau, termasuk para pedagang kecil yang tergolong pelaku UMKM.

Sebelumnya pemerintah membuka opsi untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Adapun rencana itu tertuang dalam lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo.

Dikutip dari salinan Keppres 25/2022, Senin (25/12/2022) ada sejumlah ketentuan yang akan diubah melalui revisi PP 109/2012.

Beberapa di antaranya yakni soal ketentuan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada produk tembakau.

Baca juga: Larangan Penjualan Rokok Batangan akan Merugikan Pedagang Kecil, Komunitas Pedagang Surati Jokowi

PP tersebut juga akan mengatur ketentuan rokok elektronik, pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi, dan pelarangan penjualan rokok tembakau secara batangan.

Sementara itu, cakupan dari perubahan PP itu ada di lingkup pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi.

Ketentuan mengenai penegakan dan penindakan serta media teknologi informasi dan penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) juga akan diatur melalui perubahan PP tersebut.

Dalam keppres ini disebutkan bahwa Kementerian Kesehatan akan menjadi pemrakarsa revisi PP 109/2012.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas