Legislator Demokrat ke Kepala PPATK: Saya Dengar Dananya Banyak Sekali untuk Penundaan Pemilu
Benny K Harman, bicara soal isu dana penundaan pemilu sekaligus isu sistem pemilu bakal menjadi coblos partai politik atau proporsional tertutup
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, bicara soal isu dana penundaan pemilu sekaligus isu sistem pemilu bakal menjadi coblos partai politik (parpol) atau proporsional tertutup.
Benny mulanya mempertanyakan soal hasil analisis yang diungkap Ketua PPATK Ivan Yustiavandana bahwa ada dana mencurigakan selama 2022.
Dirinya mengaku tak mendapatkan gambar soal itu.
Lantas, Benny mencolek rekaman sesama Anggota Komisi III, Arsul Sani, bahwa ada dana untuk penundaan pemilu 2024.
"Saya enggak tahu lagi, apalagi menjelang politik enggak tahu dana-dana ini, Pak Arsul ya, saya dengar dananya banyak sekali untuk penundaan pemilu ini. Pakai dana untuk menunda pemilu banyak sekali dana-dana ini, nggak nampung lewat bank ya bisa langsung," kata Benny di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Waketum Partai Demokrat itu lalu mendengar kabar burung bahwa nantinya berlaku sistem coblos partai politik di Pemilu 2024.
"Jadi, ya anggota dewan udah sumpek ini apalagi dengan sistem pemilu yang enggak jelas. Lalu ada kabar burung bahwa nanti sistem tertutup, Pak Arsul. Sudah dapat informasinya, eh? Dari Bapak Presiden kah? Begitu?" kata Benny.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat adanya transaksi keuangan mencurigakan mencapai Rp182,88 triliun selama tahun 2022.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan nominal itu didapatkan lewat 1.290 laporan hasil analisis terhadap 1.722 laporan transaksi keuangan mencurigakan.
“Nilai nominal transaksi yang diduga terkait dengan tindak pidana mencapai Rp183,88 triliun,” kata Ivan saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (14/2/2023).
Dilanjutkan Ivan, nominal Rp183,88 triliun didapat PPATK dari hasil analisis dan pemeriksaan berbagai tindak pidana.
Tindak pidana itu antara lain tindak pidana korupsi senilai Rp81,3 triliun, pidana perjudian senilai Rp81 triliun.
"Lalu, tindak pidana green financial crime atau kejahatan lingkungan hidup senilai 4,8 triliun, pidana narkotika senilai 3,4 triliun, penggelapan dana yayasan senilai Rp1,7 triliun, dan berbagai pengungkapan perkara lainnya," kata Ivan.
Baca juga: Awasi Dana Kampanye Pemilu 2024, PPATK Gandeng Bawaslu
Dikatakan Ivan, PPATK juga turut berkontribusi ke penerimaan negara sektor pajak sepanjang 2022.
“Melalui hasil analisis dan pemeriksaan melalui analisis yang disampaikan ke dirjen pajak senilai Rp7,4 triliun lebih,” jelasnya.