Hakim Sebut Arif Rachman Tidak Melihat dan Mengetahui Sendiri Tewasnya Brigadir J di Duren Tiga
Majelis hakim di persidangan sebut bahwa Arif Rachman tidak mengetahui dan melihat sendiri tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim di persidangan sebut bahwa Arif Rachman tidak mengetahui dan melihat sendiri tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
Adapun pernyataan itu disampaikan majelis hakim PN Jakarta Selatan Kamis (23/2/2023) pada pembacaan amar putusan atau vonis dari terdakwa Arif Rachman dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
"Menimbang bahwa hasil pemeriksaan di persidangan keterangan saksi-saksi, terdakwa, alat bukti surat dan barang bukti yang saling berkesusaian dan tidak dibantah oleh terdakwa maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan bahwa terdakwa melanggar hukum atau tidak," kata Majelis Hakim di persidangan.
Majelis hakim melanjutkan dan apa terdakwa bisa dipermasalahkan atau tidak.
"Menimbang dari hasil-hasil pemeriksaan tersebut Majelis Hakim memperoleh fakta hukum yang diyakini kebenarannya sebagai berikut," kata Majelis Hakim.
Kemudian Majelis Hakim melanjutkan bahwa benar jabatan terdakwa pada lembaga kepolisian Republik Indonesia jabatan terakhir saudara Wakaden B Biropaminal Kepolisian Republik Indonesia.
"Bahwa benar pada setidaknya hari Jumat 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.59 WIB telah terjadi penembakan terhadap anggota Polri atas nama Brigadir Nofrianysah Yosua Hutabarat di Duren Tiga Jakarta Selan," lanjut Majelis Hakim.
Kemudian Majels Hakim mengungkapkan atas kejadian itu terdakwa Arif Rachman tidak mengetahui dan melihat tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
"Bahwa benar atas kejadian penembakan tersebut terdakwa tidak melihat dan mengetahui sendiri," jelas Majelis Hakim.
Sebagaimana diketahui, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria akan menghadapi vonis perkara ini pada Kamis (23/2/2023) bersama terdakwa lainnya, yaitu Arif Rachman Arifin.
Sementara vonis Irfan Widyanto akan dibacakan pada Jumat (24/2/2023) bersama dua terdakwa lain, yaitu Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto.
Dalam perkara ini para terdakwa telah dituntut hukuman penjara dengan durasi yang berbeda.
Untuk Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria memperoleh tuntutan tertinggi dari yang lainnya, yaitu tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yaitu satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Jumat (27/1/2023).
Tuntutan itu pun telah dibantah oleh masing-masing terdakwa, baik melalui pleidoi pribadi maupun tim penasihat hukumnya.
Kemudian atas pleidoi tersebut, tim jaksa penuntut umum (JPU) melayangkan replik yang pada intiya mempertahankan tuntutan mereka.
Selanjutnya replik tim JPU dibalas dengan duplik yang juga menjadi upaya terakhir para terdakwa sebelum menghadapi vonis.
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.