Pakar Hukum: KUHP Bisa Diuji Materi oleh Mahkamah Konstitusi Tahun 2026
Palguna sebut mengacu pada pasal 51 UU MK yang memiliki kedudukan hukum menggugat ialah yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana I Dewa Gede Palguna mengatakan UU No Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru bisa diuji materi setelah berlaku pada 2026 mendatang.
Hal ini ia sampaikan saat ditemui awak media di kawasan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (1/3/2023).
“Kan UUD mengatakan, pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Jadi, UU yang dimaksud itukan UU yang sudah berlaku,” ujar Palguna.
Hal ini, kata Palguna, mengacu pada pasal 51 UU MK yang memiliki kedudukan hukum menggugat ialah yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU.
Ia pun mempertanyakan, bagaimana seseorang bisa merasa dirugikan jika UU-nya saja belum berlaku.
Baca juga: Mahfud MD Lebih Setuju Mario Dandy Dikenai Hukuman Lebih Berat, Bisa Dijerat Pasal 354 dan 355 KUHP
“Begini, pasal 51 UU MK, yang mempunyai legal standing adalah pihak yang menganggap hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU. Jadi, kalau belum berlaku gimana?” katanya.
Sehingga, lanjutnya, berlakunya UU-lah yang menjadi pengukuran terjadinya kerugian konstitusional baik potensial maupun aktual.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMk) itu pun menerangkan soal kerugian konstitusional potensial.
Sekali lagi ia menekankan, kerugian potensial ialah dalam konteks UU yang telah berlaku.
“Jadi bukan potensial dalam pengertian ‘nanti kan akan berlaku," kata Palguna.
Sebelumnya MK menyatakan tidak dapat menerima uji materi terhadap KUHP.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan gugatan para pemohon prematur mengingat KUHP itu belum berlaku.
KUHP itu baru akan berlaku Januari 2026 sehingga dianggap belum menimbulkan kerugian konstitusional baik aktual maupun potensial.
“Dengan demikian, Undang-Undang a quo belum berdampak terhadap adanya anggapan kerugian konstitusional, baik secara potensial, apalagi secara aktual,” kata hakim Manahan MP Sitompul, beberapa waktu lalu.