Kasus soal Kepemilikan Harta Kekayaan Eko Darmanto Masuk Tahap Penyelidikan
KPK selanjutnya akan melakukan pendalaman lebih lanjut terkait dengan kasus yang menyeret nama Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ini.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
Eko Darmanto sengaja didatangkan ke KPK untuk dimintai klarifikasi terkait harta kekayaannya yang mencapai miliaran rupiah.
KPK pun memeriksa keabsahan dari daftar laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari Eko Darmanto.
Diketahui, Eko Darmanto terpantau datang di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 07.40 WIB.
Ali Fikri menjelaskan proses klarifikasi ini bukan dalam proses penindakan seperti penyelidikan ataupun penyidikan yang itu bisa di konfrontir.
"Ini kan bukan dalam proses tindakan, ya seperti penyelidikan ataupun penyidikan yang itu bisa di konfrontir."
"Ini kan proses klarifikasi atau proses kroscek terhadap data, apakah datanya tepat dan benar sesuai dengan faktual yang ada di lapangan yakni yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim LHKPN."
"Prosesnya memang seperti hal-hal yang proses pemeriksaan di penyidikan dan penyidikan, ada tanya jawab begitu tetapi kemudian lebih substansinya adalah proses klarifikasi data," ujar Ali Fikri.
LHKPN sebelumnya telah memeriksa Eko Darmanto sebagai seseorang yang wajib lapor.
Baca juga: Klarifikasi Kekayaan, KPK Bakal Panggil Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Hari Ini
"Setidaknya bisa 3 nama di situ, atas nama ED dirinya sebagai pejabat negara atas nama istrinya atau pasangannya, kemudian yang ketiga anaknya."
"Otomatis kemudian akan klarifikasi, jadi klarifikasi itu kan dilakukan setelah pemeriksaan."
"LHKPN (sebelumnya) melakukan pemeriksaan terhadap faktual harta yang dilaporkan ED, baru kemudian diklarifikasi."
"Di dalam klarifikasi itu pasti kemudian juga dicantumkan di sana Silahkan untuk membawa dokumen yang dibutuhkan terhadap harta kekayaan yang sudah dicantumkan di dalam LHKPN."
"Jadi klarifikasi itu secara teknis data yang dia miliki kemudian dikrosek terhadap wajib lapor, apakah kemudian sesuai dengan data yang dia masukkan di dalam LHKPN-nya atau tidak. Barulah berikutnya dilakukan analisis lebih lanjut," jelas Ali Fikri.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Muhammad Abdillahawang)