Komnas Perempuan Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan Pembela HAM
Nasib perempuan pembela hak asasi manusia (HAM) mendapat sorotan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2023 Komnas Perempuan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib perempuan pembela hak asasi manusia (HAM) mendapat sorotan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2023 Komnas Perempuan.
Berdasarkan aduan yang diterima Komnas Perempuan, terdapat satu kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM.
Kasus itu dilaporkan lembaga Sae Circle Community.
Kasus yang diadukan merupakan penyebaran konten dengan merusak nama baik korban dan organisasi.
"Ini menunjukan bahwa keamanan terhadap perempuan pembela HAM masih perlu mendapatkan perhatian," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini dalam acara Peluncuran Catahu Komnas Perempuan 2023 di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Selasa (7/3/2023).
Baca juga: Ribuan Perempuan Jadi Korban Kekerasan Siber, Komnas Perempuan: Setengah Pelakunya Orang Dekat
Tak hanya perempuan pembela HAM, kekerasan juga kerap terjadi kepada perempuan rentan diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI/ Polri.
Dalam hal kekerasan terhadap perempuan rentan diskriminasi, puluhan aduan diterima Komnas Perempuan dengan korban penderita HIV.
Bentuk kekerasan yang paling tinggi dialami oleh perempuan positif HIV yaitu kekerasan fisik, yang mengalami pemukulan, dan penganiayaan.
Selain fisik, mereka juga kerap menglami kekerasan psikis.
Baca juga: Luncurkan Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan, Komnas Perempuan Gandeng 137 Lembaga
"Mereka dilarang untuk melanjutkan pengobatan ARV atau menebus ARV. Jika perempuan positive HIV masih melanjutkan pengobatan atau menebus obat tersebut, maka mereka akan mendapatkankan kekerasan," katanya.
Kemudan pada Catahu 2023 juga masih terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan yang pelakunya adalah anggota TNI/ Polri.
"Data tersebut menunjukan terjadinya peningkatan angka pelaku yang konsisten selama 5 tahun," katanya.
Untuk informasi, Catahu ini merupakan pendokumentasian data-data kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Dalam pendokumentasian tersebut, Komnas Perempuan menemukan berbagai pola dan bentuk kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya.
Pendokumentasian itu tak hanya dilakukan oleh Komnas Perempuan sendiri, tapi bekeja sama dengan berbagai pihak.
Baca juga: Mengaku Alami KDRT dari Rizal Djibran, Sarah Ngadu ke Komnas Perempuan
"Sejak pertama kali digagas, Catahu merupakan sebuah kerja bakti untuk menghasilkan pengetahuan dari perempuan. Saya sebut kerja bakti karena proses pengumpulan informasi dari lembaga-lembaga yang terlibat adalah bersifat suka rela," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam acara yang sama.
Total ada 137 lembaga yang dilibatkan dalam pendokumentasian tersebut hingga dirangkum secara komprehensif dalam sebuah Catahu.
"Tahun ini, ada 137 lembaga yang turut serta dari 27 Provinsi," ujarnya.
Catahu kekerasan terhadap perempuan ini nantinya dapat digunakan sebagai rujukan berbagai pihak. Termasuk di antaranya, rujukan bagi kajian ilmiah dan perumusan kebijakan.
Karena itu, integrasi data mengenai kekerasan terhadap perempuan diharapkan segera terwujud.
"Mengingat kebutuhan data nasional tentang kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai basis perumusan kebijakan, Komnas Perempuan berharap negara memprioritaskan percepatan proses integrasi data yang ditopang dengan dukungan penguatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di semua lembaga terkait," kata Andy.