Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Khusus dengan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob: Tempuh Praperadilan dan Judicial Review

Rettob merasa janggal dengan langkah dari Kejaksaan Tinggi Papua yang menurutnya telah melanggar prosedur hukum.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Wawancara Khusus dengan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob: Tempuh Praperadilan dan Judicial Review
Tribunnews/Naufal Lanten
Pelaksana tugas (Plt). Bupati Mimika Johannes Rettob saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Senin (6/3/2023). Johannes Rettob mempertanyakan penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pengadaan dua unit pesawat pada Dinas Perhubungan oleh Kejaksaan Tinggi Papua. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Bupati Mimika Johannes Rettob mempertanyakan penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pengadaan dua unit pesawat pada Dinas Perhubungan oleh Kejaksaan Tinggi Papua.

Rettob merasa janggal dengan langkah dari Kejaksaan Tinggi Papua yang menurutnya telah melanggar prosedur hukum.

"Pada tanggal 27 Februari tahun ini mereka (Kejati) sudah mengirim surat lagi penyerahan berita acara tahap dua berupa penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum," tuturnya saat wawancara eksklusif di kantor Tribun Network, Senin (6/3/2023).

Baca juga: Plt Bupati Mimika Johannes Rettob Ungkap Potensi Jika Ditahan: Pemerintahan Bisa Lumpuh

Rettob merasa menetapkan ini janggal karena saksi-saksi yang meringankan belum periksa artinya sebenarnya penyidikan belum kelar.

"Saya masih punya hak dong di situ tapi ternyata tiba-tiba sudah menyerahkan," ungkapnya.

Karena itu kemudian Rettob melakukan upaya hukum praperadilan dan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Simak wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Johannes Rettob:

Berita Rekomendasi

Apa upaya hukum yang selama ini dilakukan Pak Rettob untuk mendapat keadilan terkait tuduhan atau perkara yang telah dilimpahkan oleh Kejaksaan Tinggi Papua kepada Pengadilan Tipikor?

Yang pertama bahwa sejak ditetapkan menjadi tersangka kami langsung melakukan upaya-upaya hukum yang lain dan upaya-upaya baik persuasif maupun dengan normatif.

Dan salah satunya yang sekarang kami lakukan adalah proses peradilan di Pengadilan Tipikor Jayapura.

Selain Praperadilan apalagi upaya hukum saya dengar juga mengajukan judicial review?

Ada beberapa hal yang pertama kami sedang melaksanakan sidang praperadilan yang pertama dan hari Rabu besok nanti akan sidang yang kedua. Sedangkan untuk yang lain kami juga melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan apa yang saya alami.

Baca juga: Plt Bupati Mimika Johannes Rettob Ungkap Potensi Jika Ditahan: Pemerintahan Bisa Lumpuh

Jadi judicial review itu yang diuji adalah Undang-Undang Kejaksaan ya Pak?

Iya undang-undang Kejaksaan.

Nah kalau boleh saya tahu Pak yang diuji dari Undang-Undang Kejaksaan itu apanya?

Baik sebelum saya masuk ke situ, saya sampaikan juga upaya hukum lain yaitu kami melaporkan kepada Jaksa Agung tentang pelanggaran hukum acara yang dilakukan oleh Kejati Papua.

Dan juga melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia karena ada prosedur dan tahapan-tahapan pemeriksaan yang tidak dilaksanakan sebagai hukum acara pidana serta melanggar hak asasi saya sebagai manusia.

Oke saya menjawab yang kedua terkait dengan judicial review. Judicial review yang kami ajukan ini saya tidak hafal pasalnya.

Tetapi intinya begini bahwa kami melihat di dalam proses penyidikan ini yang dilaksanakan oleh penyidik Kejati Papua kemudian dalam pertanyaan mereka kepada saya apakah saudara mau mengajukan saksi-saksi yang meringankan dalam proses penyidikan.

Saya lalu jawab ada, kemudian saya tulis nama-namanya sampai ke jabatan dan lain-lain. Jadi sementara kami masih menunggu pemanggilan saksi-saksi yang meringankan ini tapi tiba-tiba mereka mengirim surat lagi yang hanya bedanya kurang lebih 10 hari persisnya itu tanggal 17 Februari.

Kemudian tanggal 27 Februari tahun ini mereka sudah mengirim surat lagi penyerahan berita acara tahap dua berupa penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum.
Ini yang dilakukan oleh mereka tanggal 27 Februari padahal saksinya mereka belum periksa artinya sebenarnya penyidikan belum kelar. Saya masih punya hak dong di situ tapi ternyata tiba-tiba sudah menyerahkan.

Kemudian pada saat itu saya oleh kuasa hukum membuat dua surat bahwa yang bersangkut ada tugas di Jakarta sehingga tidak bisa memenuhi panggilan. Lebih hebat lagi saksi belum diperiksa tiba-tiba berkas sudah dilimpahkan ke pangadilan tipikor.

Ini luar biasa jadi proses yang luar biasa yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Papua ini yang kemudian menjadi bahan untuk mengajukan praperadilan dan judicial review serta melaporkan mereka ke Komisi III DPR RI.

Ini prosedur yang dilanggar secara KUHAP dan apa yang kami mau uji di Mahkamah Konstitusi yakni penyidiknya Kejaksaan Tinggi karena begitu cepat mereka menyerahkan berita acara berbeda apabila dari P-19 ke P-21 atau kembali lagi ke P-19 antara polisi dan kejaksaan.

Jadi yang kami uji ya kami berharap bahwa ini harus dievaluasi, tugas kejaksaan untuk khusus untuk tipikor ini tidak boleh ada penyidik dari kejaksaan.

Baca juga: Plt Bupati Mimika Johannes Rettob Ungkap Potensi Jika Ditahan: Pemerintahan Bisa Lumpuh

Bapak ini kan menurut berita yang muncul di media massa adalah orang yang dituduh melakukan korupsi sebanyak Rp85 miliar terkait pengadaan pesawat dan helikopter yang kemudian disebut oleh JPU bahwa operator PT Asian One Air milik bapak sendiri, apa yang bisa dijelaskan?

Jadi gini Pak rencana pengadaan pesawat ini diinisiasi oleh Bupati dan juga mungkin DPR saya sendiri tidak tahu.

Waktu itu Bupatinya siapa?

Bapak Eltinus Omaleng nah saya waktu itu belum menjadi Kepala Dinas Perhubungan Udara, waktu itu saya masih menjadi Kepala Sub Bidang Perhubungan Udara. Ketika itu disampaikan bahwa akan ada pengadaan pesawat.

Saya komplain Pak dan bukan saja protes karena membeli pesawat itu gampang ada uang kita cari aja pesawat yang kita suka, kita beli di pabrik banyak. Tapi untuk mengoperasikan pesawat kemudian tidak gampang, itu susah sekali ya karena kita harus bekerja sama dengan perusahaan.

Kami kan pemerintah daerah tidak punya perusahaan penerbangan, jadi kita harus bekerja sama dengan perusahaan penerbangan. Saya sudah berjuang Pak untuk mencari operator penerbangan untuk bekerjasama dengan kita untuk mengoperasikan pesawat dan helikopter yang kita sudah sepakat beli.

Yang disepakati beli itu pesawat dan helikopternya jenis apa?

Sebelumnya memang yang direncanakan itu ada helikopter satu unit tetapi dengan dana Rp85 miliar kami mencoba untuk mengkaji secara teknis kira-kira helikopter jenis apa yang cocok. Begitu kita kaji ternyata helikopter bisa kita beli dua yang cocok di Papua.

Sesudah itu saya coba tawarkan kepada Pak Bupati dan juga tim bahwa kami kan ada 18 distrik. Dari 18 distrik itu sebanyak 11 distrik punya lapangan terbang sisanya itu karena di kota ya nah ini lapangan terbang kami juga bangun.

Baca juga: Plt Bupati Mimika Ungkap Hubungan dengan Eltinus Omaleng: Tiga Tahun Kami Tidak Pernah Kerja Bersama

Makanya saya bilang sama teman-teman kenapa kita tidak beli saja pesawat supaya bisa melayani masyarakat dan ini sesuatu yang cocok dipakai untuk angkutan umum.

Kemudian disetujui yaitu tipenya Helikopter Airbus H125 dan pesawat Cessna Grand Caravan tipe 208, kemudian tahun 2015 ada tipe terbaru 208 TX kami beli.

Kemudian di dalam tata cara pengadaan juga itu kami juga lakukan karena kan rumit pembelian begini. Kalau kita beli menunjuk pihak ketiga untuk beli secara aturan-aturan pengadaan barang dan jasa dia hanya menerima uang muka dari pemerintah sisanya membeli sampai pesawat itu masuk.

Pesawat ini kan bukan barang murah sehingga biarpun kita lelangkan tidak ada yang mau sehingga kami mencoba mencari solusi dengan membuat kajian teknis. Kita lakukan swakelola dan ini disetujui oleh Kejaksaan Negeri ini pada waktu itu dan disetujui juga oleh Badan Pemeriksa Keuangan pada saat itu hasil kajian kita.

Sesudah itu kami beli pesawat kami boleh beli langsung ke pabrik Cessna di Amerika dan pabrik helikopter di Perancis yang didelegasikan kepada Airbus Malaysia. Clear ya.

Dan pemerintah daerah sesuai dengan kontraklah kami tanda tangan pembeliannya, selesai tugas itu kita harus memasukkan persyaratan masuk di Indonesia yang pertama harus ada izin pengadaan Keputusan Menteri Nomor 82 isinya adalah tata cara pengadaan pesawat dan helikopter itu harus ada ini ada ini, ada itu dan lain-lain.

Dan itu disetujui oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, sekarang siapa yang boleh mengajukan itu bukan Pemda Pak harus operator. Maka untuk mengajukan ini kami harus mencari operator penerbangan, ini juga tidak sembarang operator penerbangan juga harus mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan pesawat.

Syaratnya sudah pernah pengalaman di situ harus punya pengalaman di Papua yang ketiga dia juga mau mau betul-betul bekerja sama sesuai apa yang pemerintah inginkan. Kami coba buat surat kepada semua tidak ada yang mau.

Akhirnya operator yang sudah mempunyai izin operator penerbangan dan mau adalah PT Asian One Air (milik keluarga Rettob). Sebenarnya saya coba ambil saja karena proses sudah masuk dan proses perizinannya ini sangat lama.

Jadi saya berusaha bukan untuk kepentingan saya tapi berusaha untuk kepentingan membantu pemerintah dalam mengoperasikan pesawat ini dengan kru yang lama. Perusahaan yang lama manager operasi, manager teknik, pilot, inspektor, itu semua yang lama, saya tutup mata saja.

Baca juga: Plt Bupati Mimika Terkait Status Tersangka: Ini Jujur, Politiknya Terlalu Kuat

Yang memimpin perusahaan Asian One Air itu siapa setelah Pak Rettob ambil alih?

Itu ada Ibu Silvi Herawati masih kakak ipar saya untuk merepresentasikan saya. Kemudian setelah clear ditunjuk sebagai operator dari pesawat maka tugas pertama dia adalah bagaimana membuat izin pengadaan.

Tugasnya itu banyak mulai dari aturan-aturan yang disampaikan Kementerian Perhubungan yang harus diikutin segala macam hingga di mana gudangnya dan itu semuanya harus diikutin dulu.

Sudah begitu selesai tugasnya yang pertama adalah membantu pemerintah untuk menerbangkan pesawat itu dari pabrik bawa ke Singapura. Asian One yang membawa ke Jakarta atau helikopter juga begitu dari membawa dari Malaysia dibawa ke Pekanbaru untuk enter poin Bea Cukai.

Setelah diperiksa Bea Cukai sampailah pesawat itu di Timika. Dan itu diserahkan kepada pemerintah daerah. Tugas dia sebenarnya sudah selesai ya tetapi pesawat ini kan bukan datang terus begitu aja.
Kita harus bikin perjanjian baru, perjanjian seperti apa di dalam peraturan pemerintah dalam tentang pengelolaan barang milik daerah dan negara itu ada beberapa opsi.

Opsi yang kami pilih karena pemerintah daerah tidak punya keahlian untuk pesawat terbang makanya yang kami pilih adalah yang paling mudah kita sewakan saja pesawat kepada operator Asian One Air. Dia punya tugas adalah menyetor hasil operasional kepada pemerintah kabupaten dan melayani masyarakat.

Berarti pemerintah kabupaten mengambil revenue dari margin ya Pak? lalu perjanijan sewa itu berjalan berapa tahun?

Apabila ada margin ya kita ambil. Kita buat itu selama tiga tahun karena saya mengikuti dari operasinya, izinnya sertifikat pendaftaran. Jadi artinya sesudah tiga tahun Pemerintah Kabupaten boleh mencari operator lain.

Baca juga: Kubu Plt Bupati Mimika Ajukan Judicial Review Soal Praperadilan dan Wewenang Jaksa ke MK

Setelah kontrak habis Pak Rettob sudah di pemerintahan lagi?

Waktu itu saya mundur sebagai Kepala Dinas Perhubungan karena saya maju sebagai calon wakil kepala daerah. Dan mereka ternyata melanjutkan kontrak itu selama dua tahun.

Sementara saya hanya bersama dengan operator ini hanya kurang lebih 2 tahun. Yang selanjutnya ini ternyata diperpanjang kemudian dianggaplah perusahaan ini menguntungkan saya.

Kami sudah melaporkan pak Rp10 juta per jam untuk Cessna dan 12,5 juta per jam untuk helikopter disewakan ini harus disetorkan kepada pemda.

Kita hitung-hitungan saja harga di Papua di Mimika satu jam penerbangan itu Rp18 juta, Rp10 juta sudah diserahkan tinggal Rp8 juta. Kita sekarang hitung operation cost-nya dua setengah juta per jam bayar pilot, bayar kru, bayar ground handling, bayar air navigasi dan lain-lain ya kalau masih ada Rp1 juta itu sudah luar biasa.

Dan itu yang membuat dulu setiap jam itu harus dilakukan maintenance pesawat itu tidak mudah seperti Garuda di dalam melakukan operasinya. Mengoperasikan pesawat itu tidak murah.

Jadi saya mau bilang kalau itu menguntungkan saya mengapa saya tidak pakai saja harga rata-rata. Tapi ini Rp10 juta lho berat.

Setelah lima tahun akhirnya bagaimana kontrak dengan Asia One Air dengan pemerintah kabupaten?

Kontrak pesawatnya diputus karena dua-duanya sudah tidak sepakat, kontraknya berakhir. Pesawatnya masuk kandang kurang lebih sudah satu tahun akibat tidak ada operator lain yang mau mengoperasikan.
Kami sudah pernah menawarkan saya mencoba untuk menawarkan pada teman-teman yang dulu lagi untuk mengoperasikan tapi belum ada jawaban.

Terkait dengan peristiwa ini kan Pak Rettob pernah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2017? Bagaimana ceritanya?

Betul waktu tahun 2017 saya pernah dilaporkan kasus ini saya diperika dua tahun dari tahun 2017 sampai 2019. Saya belum jadi wakil bupati masih kepala dinas dan satu tahun terakhir saya nganggur karena antara Pilkada sama pelantikannya ada jarak.

Terakhir kami diperiksa di antara 2018 - 2019 bulan Februari selesai, nggak pernah lagi diperiksa KPK sampai sekarang.

Pak Rettob tidak bertanya kelanjutannya bagaimana?

Sudah ditanya mereka tidak ngomong apa-apa tapi ada beberapa dokumen saya dikembalikan, ya artinya hasil dari pemeriksaan itu tidak ada kelanjutannya.

Saya tidak mengatakan bahwa itu saya bersih tidak ya. Tetapi yang pasti bahwa tidak ada kelanjutan dan mereka periksa itu sangat detail bahkan sampai nomor rekening, uang peredaran diperiksa.

Yang saya ingat dari teman-teman penyidik itu 'Pak Rettob kami harap jangan kembali lagi di sini ya'. Itulah salaman saya yang terakhir kepada mereka.

Baca juga: Plt Bupati Mimika Johannes Rettob Ungkap Potensi Jika Ditahan: Pemerintahan Bisa Lumpuh

Kok tiba-tiba ada kemudian Kejaksaan Tinggi yang melakukan proses penyidikan padahal kan waktu itu melibatkan Kejaksaan Negeri setempat?

Ya betul ini yang saya sendiri juga bingung kalau secara asal sehat saya berpikir selama ini saya kerja jujur. Saya kerja baik bukan memuji diri tetapi untuk pengadaan pesawat ini bukan sedikit uangnya.
Kita keluarkan secara pribadi itu pasti banyak dan itu tidak bisa uang-uang itu dipertanggungjawabkan artinya jadi saya tidak berani pakai uang negara.

Nah terpaksa saya harus pakai uang yang lain, uang pribadi dan ini KPK sudah periksa. Sampai saya keluarin uang di ATM Halim Perdanakusuma. Saya bilang ATM Halim Perdanakusuma di mana lagi kalau bukan urus pesawat. Lalu ada ATM saya keluarkan di Pekanbaru ini semuanya untuk apa itu pribadi.

Ketika Pak Rettob diperiksa Kejaksaan Tinggi apakah tidak bilang sudah pernah diperiksa KPK?

Sudah pak bahkan surat-suratnya, berita acara penyitaan dokumen oleh KPK itu kan banyak sekali tiga lembar. Saya sendiri sama mereka apalagi kalau kalian punya kan 10 saja yang kalian minta, ini 60 listnya.
Jadi saya bahwa ini jujur sama sekali tidak berpikir kemudian saya menjadi tersangka sedikitpun saya tidak terpikir karena saya sebagai manusia biasa.

Mungkin pasti ada punya kesalahan, mungkin kesalahan administrasi, kesalahan apa tapi kalau soal korupsi itu kan identik dengan kerugian negara mestinya ada kerugian negara yang disampaikan kepada kami.

Kerugian negaranya di mana nih, di KPK tidak, di Polda tidak ada, BPK juga sudah periksa tidak ada temuan. Tapi tiba-tiba oleh Kejaksaan saya baca di media di mana-mana ditersangkakan sampai Rp85 miliar lah padahal uangnya cuman Rp85 miliar berarti pesawat-pesawat fiktif dong.

Tapi memang barang ini baru ya pak?

Semua barang baru, dokumennya semua ada apa SK dari Kementerian Keuangan itu ada ini ditulis baru. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas