KPK Endus Modus Gratifikasi Pegawai Pajak Lewat Kepemilikan Konsultan Pajak
KPK mengendus modus penerimaan gratifikasi sejumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui perusahaan konsultan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus modus penerimaan gratifikasi sejumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui perusahaan konsultan pajak.
Di mana, disinyalir pegawai pajak memiliki saham di perusahaan konsultan pajak.
Sejauh ini, KPK telah mengantongi data dan informasi ada sekira 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan.
Hal ini berdasarkan hasil analisis database Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara (LHKPN).
Saat ini, KPK sedang mendalami hal tersebut.
"Khusus data ini kita dalami 280 perusahaan ini yang berisiko kalau perusahaannya konsultan pajak," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (8/3/2023).
Bukan tanpa alasan hal itu ditelisik KPK.
Pasalnya, kepemilikan saham pada perusahaan konsultan pajak rentan dengan konflik kepentingan dengan posisinya sebagai pegawai pajak.
"Pekerjaan saya pegawai pajak tapi saya punya saham di konsultan pajak. Itu yang kita dalami, jadi itu yang kita dapat dari data LHKPN kita, nanti akan kita sampaikan ke Kemenkeu juga untuk didalami 134 orang ini sambil kita lihat juga gimana profil dan kekayaannya," jelas Pahala.
Baca juga: Sosok Konsultan Pajak Rafael Alun yang Diduga Kabur ke Luar Negeri, KPK Sudah Kantongi Namanya
Sayangnya, Pahala saat ini belum mau mengungkap secara detail ratusan perusahaan dan pegawai pajak tersebut.
Jika dilihat dari namanya, kata Pahala, perusahaan ini berasal dari berbagai jenis unsur, salah satunya katering.
"Yang berisiko kalau perusahaan itu konsultan pajak atau konsultan, bukan berarti yang lain enggak berisiko, berisiko juga, tapi ini yang paling tinggi risikonya," kata Pahala.
"Kira-kira jalannya begini, apa sih risiko dari pegawai pajak? Dia berhubungan dengan wajib pajak dan risiko korupsinya, dia menerima sesuatu dengan wewenangnya, kan dia punya wewenang dan jabatan. kenapa kita bilang berisiko konsultan pajak? Karena dengan wewenangnya dia bisa menerima sesuatu," ucap Pahala menambahkan.
Pahala menyebut kepemilikan saham oleh penyelenggara negara yang tercantum dalam LHKPN memiliki informasi terbatas.
Dalam artian, hanya nilai sahamnya saja yang dicatatkan dalam laporan harta tahunan itu.
Namun, aset, penghasilan, maupun utang dari perusahaan terkait tidak dirincikan dalam LHKPN.
Baca juga: Kementerian Keuangan Periksa 6 Perusahaan dan Konsultan Afiliasi Rafael Alun Trisambodo
Soal temuan 134 pegawai pajak itu, diakui Pahala, tidak berarti penyelenggara negara tak boleh memiliki saham.
Hal itu sudah diakomodasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010.
PP Nomor 53 Tahun 2010 itu mengatur Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Di mana, PNS harus menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
"Jadi itu kita lihat bahwa sebenarnya bukannya tidak boleh, karena PP Nomor 30 Tahun 80 dulu memang melarang, tetapi PP Nomor 53 Tahun 2010 tidak jelas disebut bahwa tidak tegas dilarang, tetapi dibilang begini, harus beretika dan tidak berhubungan dengan pekerjaan," jelas Pahala.