Mendagri Sebut Singkatnya Masa Kampanye Pemilu 2024 Akan Kurangi Potensi Polarisasi di Masyarakat
Ia menjelaskan pada pemilu tahun 2019 lalu, masa kampanye dilakukan selama sekira enam bulan lebih.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan lebih singkatnya masa kampanye Pemilu 2024 dibandingkan Pemilu 2019 akan mengurangi potensi polarisasi di masyarakat.
Ia menjelaskan pada pemilu tahun 2019 lalu, masa kampanye dilakukan selama sekira enam bulan lebih.
Selama itu pula, kata dia, terjadi polarisasi di masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, belajar dari pengalaman tersebut para pihak di antaranya pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu, dan juga DKPP sepakat untuk mengurangi masa kampanye menjadi 75 hari.
Hal tersebut disampaikannya usai acara Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 yang digelar BNPT di Jakarta pada Senin (13/3/2023).
"Pada waktu kita rapat dengan Komisi II DPR, dengan KPU, Bawaslu, DKPP, maka kita sepakati masa kampanye, itulah masa rawan terjadinya polarisasi, itu dilakukan selama 75 hari, jadi kurang lebih dua bulan lebih. Ini akan mengurangi potensi keterbelahan," kata Tito.
Baca juga: Mendagri Tito Minta Aksi Pencegahan Korupsi Tak Hanya Seremoni, Harus Ada Follow Up dan Transparan
Selain itu, kata dia, upaya lain untuk mengurangi potensi terjadinya polarisasi di masyarakat akibat pemilu maka semua pihak yang peduli kepada bangsa perlu menggaungkan nilai-nilai kebangsaan yang asli Indonesia di antaranya pluralisme, kebhinekaan, persatuan dan kesatuan bangsa, empat pilar.
Upaya tersebut, kata dia, tidak hanya dapat dilakukan melalui forum akademik formal melainkan juga kegiatan kesenian, olahraga, yang membawa nilai-nilai kenusantaraan, dan kebangsaan.
Selain itu, menurutnya upaya tersebut juga perlu dilakukan di media sosial maupun media konvensional.
"Sehingga dengan demikian kalau ini gaungnya jauh lebih besar, menjaga persatuan bangsa dan format Indonesia sebagai negara yan plural, bhinneka, maka otomatis mereka yang akan menaikan politik identitas akan menjadi common enemy, musuh bersama," kata dia.