Bukti Chat Dianggap Tidak Sah, Ahli Pidana Sebut Dakwaan Irjen Teddy Minahasa Batal Demi Hukum
Kubu Irjen Pol Teddy Minahasa menghadirkan ahli pidana Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting dalam persidangan lanjutan kasus peredaran narkoba
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Endra Kurniawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Kubu Irjen Pol Teddy Minahasa menghadirkan ahli pidana Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting dalam persidangan lanjutan kasus peredaran narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (13/3/2023).
Di dalam persidangan, dirinya sempat membahas mengenai persyaratan sahnya sebuah alat bukti, khususnya berkaitan dengan Undang-Undang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE), yaitu bukti digital.
Menurutnya, barang bukti digital yang dihadirkan haruslah berkualitas melalui uji forensik.
"Kalau dua handphone disatukan, hanya difoto begini, di-screenshoot. Itupun hanya satu chat, dipenggal-penggal chat lain. Dan itupun bukan hasil digital forensik. Itu sah atau tidak?" tanya tanya penasihat hukum Teddy, Hotman Paris kepada ahli pidana, Jamin Ginting dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (13/3/2023).
Jamin menerangkan bahwa ketentuan barang bukti digital memang tidak diatur dalam KUHAP.
Baca juga: Ahli Sebut Barang Bukti Chat Irjen Teddy Minahasa Soal Perintahkan Tukar dan Jual Sabu Tidak Sah
Akan tetapi, perluasannya diatur dalam Undang-Undang ITE.
Oleh sebab itu, kualitas suatu barang bukti harus disesuaikan dengan ketentuan yang belaku tersebut.
"Kalau undang-undangnya mengatur, berarti kan dia tidak bisa menjadikan suatu alat bukti yang sah," kata Jamin.
Sementara keterangan saksi-saksi di persidangan mengacu pada barang bukti chat tersebut.
Maka dari itu, Jamin menegaskan bahwa keterangan saksi-saksi juga tak bisa dianggap sebagai alat bukti yang sah.
"Ya semuanya itu tidak bisa menjadi alat bukti yang sah di persidangan," ujarnya.
Berdasarkan uraian demikian, di mana keterangan-keterangan saksi tidak sah untuk dipertimbangkan, Jamin menyebut bahwa dakwaan semestinya dibatalkan.
"Ya dalam dakwaannya tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap, itulah dasar batal demi hukum," ujarnya.
Sebelummya, ahli digital forensik menyebut bahwa bukti chat WhatsApp Irjen Pol Teddy Minahasa dengan AKBP Dody Prawiranegara yang ditampilkan di persidangan kasus ini tidak sah.
Baca juga: Sidang Teddy Minahasa, Ahli Hukum Pidana Sebut Surat Dakwaan Batal Demi Hukum Jika Pasalnya Keliru
Alasannya, bukti yang ditampilkan bukanlah hasil analisis digital forensik, melainkan foto ponsel yang layarnya menampilkan chat WhatsApp.
"Kalau di-screenshoot seperti ini dengan jari, menurut anda ini adalah alat bukti yang tidak sah?" tanya penasihat hukum Teddy, Hotman Paris kepada ahli digital forensik, Ruby Alamsyah.
"Tidak sah, confirmed, karena yang mau dijadikan alat bukti adalah percakapan ataupun informasi elektronik, sesuai dengan UU ITE, itu adalah barang bukti elektronik, barang bukti elektronik prosesnya bukan seperti itu," jawab Ruby.
Pada persidangan sebelumnya, puluhan bukti chat Irjen Teddy Minahasa dengan AKBP Dody Prawiranegara memang diperlihatkan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU).
Dari bukti chat yang ditampilkan, terlihat perintah yang diberikan Teddy kepada Dody. Termasuk di antaranya perintah agar Dody menukar sebagian barang bukti sabu dengan Trawas.
Sebagian BB diganti Tawas, .
(buat bonus anggota).
Namun berdasarkan monitor yang ditampilkan di persidangan, terlihat chat itu difoto dari ponsel yang dipegang seseorang.
Untuk informasi, keterangan ahli ini disampaikan sebagai yang meringankan bagi pihak Irjen Teddy Minahasa.
Teddy Minahasa merupakan satu dari tujuh terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat terkait perkara peredaran narkoba.
Baca juga: VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Kuasa Hukum Linda Sebut Teddy Minahasa Simpan Bukti Nikah Siri
Enam terdakwa lain dalam perkara ini, yaitu: Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam perkara ini para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.