Riset CHED ITB-AD Soroti Pentingnya Regulasi Pelarangan Penjualan Rokok Batangan
Pajak tembakau atau biasa disebut CHT (Cukai Hasil Tembakau) sebagai variabel fiskal yang diharapkan akan mengendalikan harga transaksi pasar
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama kurun waktu 30 tahun prevalensi perokok di Indonesia dikatakan stagnan, padahal banyak negara yang telah turun prevalensi perokoknya.
Pajak tembakau atau biasa disebut CHT (Cukai Hasil Tembakau) sebagai variabel fiskal yang diharapkan akan mengendalikan harga transaksi pasar dan menurunkan konsumsi rokok masyarakat, seolah tidak berdaya.
Menyoroti permasalahan tersebut, Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) menggelar kegiatan Diseminar Hasil Riset dengan tema “Manfaat Kenaikan Pajak dan Harga Tembakau, Telaah Sistematis” secara daring, Selasa (14/3/2023).
“Semoga hasil riset ini menjadi masukan yang komprehensif bagi pemerintah dalam membuatkan kebijakan penetapan tarif Cukai dan HTP rokok serta mekanisme monitoring harga transaksi pasar,” kata Roosita Meilani Dewi, selaku Ketua CHED ITB-AD dalam sambutannya.
Rektor ITB-AD Mukhaer Pakkanna, dalam sambutannya mengatakan bahwa hampir 70 persen orang miskin di Indonesia. Dalam komposisi pengeluaran orang miskin, rokok itu menjadi pengeluaran kedua. Meski kedua, pengeluaran konsumsi rokok naik signifikan.
“Kaitan dengan cukai, ini bisa jadi kita artikan bahwa penyumbang cukai rokok terbesar itu orang miskin. Selain itu, kalau boleh bisa kita artikan juga bahwa cukai rokok itu dari orang miskin untuk orang kaya,” ucapnya.
Regulasi pelarangan penjualan rokok batangan menjadi salah satu sorotan penting yang dianalisis dari sudut manfaat kenaikan cukai hasil tembakau dan HTP rokok pada diseminasi hasil riset ini.
Manfaat kenaikan cukai hasil tembakau dan HTP rokok sendiri diantaranya yaitu menaikkan harga rokok yang selanjutnya menghasilkan penurunan prevalensi merokok dan peningkatan kemungkinan berhenti merokok.
Selain itu, kenaikan pajak yang menaikkan harga rokok juga menghasilkan manfaat sosial yang signifikan dengan mengurangi pengeluaran tembakau dan biaya pengobatan untuk penyakit terkait tembakau dan meningkatkan masa hidup dan Net Benefit Economic di masa depan. Keuntungan paling signifikan dari kenaikan harga rokok yang substansial akan dinikmati oleh 20 persen penduduk berpendapatan rendah.
Kemudian, dari sisi yang lain, pajak tembakau juga merupakan peluang bagi pemerintah untuk memajukan pemerataan dan menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada penyakit tidak menular, Universal Health Coverage, dan kontaminasi dan polusi air, udara dan tanah.
Baca juga: Larangan Jual Rokok Batangan Dinilai Akan Berdampak Terhadap Omzet UMKM
Kendati demikian, dalam riset yang dilakukan Tim Peneliti CHED ITB-AD, Diyah Hesti Kusumawardani, Roosita Meilani Dewi, dan Inta Hartaningtyas Rani, menunjukkan fakta-fakta yaitu Pemerintah Indonesia dari tahun 2012 hingga 2024 sebetulnya sudah menaikkan pajak cukai tembakau dan harga jual eceran (HJE) tembakau kecuali pada tahun pemilu yaitu tahun 2014 dan 2019, akan tetapi jumlah perokok di Indonesia meningkat dari 1990 – 2019 menjadi 25 sampai 50 persen.
Selain itu, kenaikan pajak yang diharapkan dapat mengurangi perdagangan gelap, tidak berarti menghilangkan perdagangan gelap itu sendiri.
Sebab salah satu kerugian dari kenaikan pajak dan harga tembakau adalah munculnya rokok illegal yang berakibat pada peralihan ke produk rokok illegal dan subtitusi yang lebih murah (HTP yang lebih rendah).
Meskipun Indonesia masih inelastis terhadap kenaikan harga rokok, pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen berlaku tahun 2023 dan 2024.
Dalam diseminasi ini dipaparkan bahwa jumlah perokok di Indonesia yang cenderung stagnan menunjukkan timpangnya regulasi pengendalian tembakau di Indonesia.
Kekosongan regulasi anyar pelarangan penjualan rokok batangan diperlukan guna optimalisasi ketercapaian SDM unggul serta adanya Net Benefit Income bagi setiap rumah tangga terutama golongan keluarga miskin (berpendapatan rendah).
Larangan penjualan rokok secara batangan juga sejalan dengan cita-cita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai bahwa barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.
Baca juga: Larangan Penjualan Rokok Batangan akan Merugikan Pedagang Kecil, Komunitas Pedagang Surati Jokowi
“Kenaikan cukai dan HTP rokok akan kurang efektif jika masyarakat masih dapat membeli rokok secara batangan, maka pelarangan penjualan rokok batangan akan mengakselerasi efektifitas kebijakan tersebut dalam menurunkan prevalensi rokok di Indonesia,” pungkas Diyah Hesti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.