Jokowi Larang Impor Pakaian Bekas, Siapa Paling Merugi Asosiasi Tekstil atau Pedagang Thrifting?
Jokowi menganggap bisnis thrifting mengganggu industri tekstil dalam negeri. Ia pun meminta agar bisnis tersebut ditelusuri
Penulis: Muhammad Zulfikar
Sebelumnya, kegiatan membeli barang bekas impor untuk dijual kembali atau dikenal juga dengan thrifting, menjadi perhatian pemerintah.
Presiden Jokowi menganggap bisnis thrifting mengganggu industri tekstil dalam negeri. Ia pun meminta agar bisnis tersebut ditelusuri karena sudah banyak bisnis impor baju bekas yang ditemukan.
Selain mengganggu industri, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menyebut pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga terpukul oleh thrifting ini.
Larangan terkait impor barang bekas ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam Permendag 18/2021, pakaian bekas menjadi satu dari sekian barang yang dilarang untuk diimpor.
Menyikapi hal ini, KemenKopUKM mendorong berbagai hal agar thrifting bisa dihentikan, salah satunya berkoordinasi dengan para e-commerce agar mencabut produk barang bekas impor yang diperjualbelikan.
Selain KemenKopUKM, ada Kementerian Perdagangan yang juga menjalani amanat Jokowi tersebut. Terbaru, Kemendag mememusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, dan tas bekas yang diduga asal impor senilai kurang lebih Rp 10 miliar.
Baca juga: Pemerintah Soroti Thrifting: E-Commerce Diminta Cabut Produk, Konten Kreator Bakal Ditindak
Mengenal Apa Itu Thrifting
Simak inilah penjelasan terkait apa itu Thrifting.
Thrifting berasal dari kata 'thrift' dalam bahasa Inggris yang berarti 'penghematan'.
Thrifting merupakan kegiatan membeli barang bekas yang masih layak dipakai.
Dilansir dari laman Universitas Ciputra, budaya thrifting sudah ada sekitar tahun 1760-1840.
Revolusi Industri pada abad ke - 19 membentuk suatu budaya, yaitu mass-production of clothing yang membuat pakaian menjadi sangat murah dan membuat orang dengan mudah membuang pakaiannya.
Di Indonesia, bisnis pakaian thrifting memiliki pasar yang lumayan diminati oleh masyarakat.