Kasus Kematian Bripka AS Diambil Alih Polda Sumut, Tim Khusus Dibentuk hingga Penyidikan Terbuka
Kasus kematian Bripka Arfan Saragih (Bripka AS) diambil alih oleh Polda Sumatera Utara, Kapolri juga diimbau tangani langsung di Mabes Polri.
Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kasus kematian Bripka Arfan Saragih (Bripka AS) di tanah Batak, Pulau Samosir diambil alih oleh Polda Sumatera Utara (Sumut).
Hal tersebut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Hadi Wahyudi.
"Penanganan perkara terkait dengan kematian Bripka AS (Arfan Saragih), kemudian terkait dengan penggelapan pajak kendaraan bermotor itu seluruhnya ditarik ke Polda Sumatera Utara," ungkapnya, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV Pontianak, Minggu (26/3/2023).
Sebelumnya diketahui bahwa Anggota Satlantas Polres Samosir tersebut dituduh menggelapkan pajak kendaraan warga di Samosir senilai Rp 2,5 miliar, setelahnya Bripka AS kemudian ditemukan tewas, disebut-sebut karena meminum racun sianida.
Hadi Wahyudi mengatakan bahwa Polda Sumatera Utara akan melakukan penyidikan secara terbuka dan transparan.
"Yang jelas komitmen Bapak Kapolda terkait dengan kasus ini, kita akan melakukan penyidikan secara terbuka dan transparan," ucapnya.
Baca juga: Soal Kasus Tewasnya Bripka AS, Kompolnas Bakal Klarifikasi ke Polda Sumut
Sebagai informasi, Bripka Arfan sebelumnya diketahui juga ingin membongkar mengenai penggelapan pajak di samsat Samosir dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum keluarga Bripka Arfan Saragih, Fridolin Siahaan.
"Kami tidak mau juga menutupi mengenai penggelapan pajak tersebut, karena janji daripada almarhum Bripka AS (Arfan Saragih) juga dia ingin membuka sebenarnya apa yang terjadi dalam penggelapan pajak ini dan siapa saja yang terlibat," katanya.
Polda Sumatera Utara Bentuk Timsus
Hadi Wahyudi mengatakan bahwa pihaknya akan membentuk tim khusus (timsus) untuk mengusut kematian Bripka Arfan Saragih yang disebut janggal.
Hadi mengungkapkan, tim khusus dibentuk agar penyelidikan kasus ini dapat berjalan transparan.
"Jadi secara komprehensif, tim ini menggali, mendalami, menyelidiki peristiwa-peristiwa dari penggelapan pajaknya kemudian kematiannya," kata Hadi, dikutip dari Wartakotalive.com.
Sebelumnya, pihak keluarga mencurigai sesuatu yang janggal atas kematian Bripka Arfan Saragih yang disebutkan polisi melakukan bunuh diri.
Keluarga pun melaporkan kejanggalan itu ke Polda Sumatera Utara untuk segera ditangani.
Merespons hal tersebut, Polda Sumatera Utara lantas mengambil alih kasus.
Pengacara Hotman Paris Pernah Imbau Kapolri
Menyoroti kasus Bripka Arfan Saragih tersebut, pengacara Hotman Paris mengimbau kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menangani kasus itu secara langsung di Mabes Polri.
Sehingga, penyelidikan kasus dapat berjalan secara objektif, dan membongkar siapa dalang di balik kematian Bripka AS.
"Mohon agar Bapak Kapolri dan Bapak Kadiv Propam Mabes Polri agar pemeriksaannya agar ditarik pemeriksaannya ke Mabes Polri untuk membongkar siapa di belakang dalang kematian tersebut," ungkap Hotman Paris.
Baca juga: Polda Sumut Kembali Cek TKP Dalami Kematian Bripka AS: Berikut Penjelasan Kabid Humas
"Kalau di Medan rasa-rasanya masih terlalu dekat dengan Kepolisian di Samosir, harus yang lebih objektif di Jakarta, di Mabes Polri. Salam Hotman Paris," jelasnya.
Hotman menduga bahwa kematian dari Bripka AS tersebut dipicu karena masalah yang sedang dihadapinya di lingkungan kerja.
Dugaan itu menguat karena kematian Bripka AS yang dianggap janggal, yakni Bripka AS secara tiba-tiba ditemukan tewas setelah meminum racun sianida.
"Karena sepertinya ada keanehan dalam kematiannya tersebut, sepertinya ada kaitannya-ada kaitannya dengan masalah yang dia (korban) hadapi belakangan ini terkait dengan sesama oknum polisi di Kepolisian di mana dia bekerja," ungkapnya.
"Kok tiba-tiba bisa oknum polisi makan racun sianida, aneh bin ajaib," ujarnya.
Bripka AS Disebut Sempat Diancam
Istri Bripka Arfan Saragih, Jenni Simorangkir mengaku bahwa dugaan pengancaman yang dilayangkan kepada suaminya tersebut terjadi sebelum sang suami ditemukan tewas pada 23 Januari 2023 lalu.
Pada saat itu, Jenni mengatakan bahwa Bripka Arfan Saragih mengaku dipanggil Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman.
Ketika dipanggil oleh AKBP Yogie Hardiman, Kapolres Samosir itu mengatakan dirinya tidak takut dengan jenderal bintang satu, ataupun jenderal bintang dua.
"Tanggal 23 (Januari 2023) setelah apel, katanya bapak Kapolres menyita handphonenya. Dan bapak Kapolres bilang tidak takut dengan bintang satu dan bintang dua, kalau bintang tiga, barulah dia takut," kata Jenni menirukan ucapan mendiang suaminya Bripka Arfan Saragih, Selasa (21/3/2023).
AKBP Yogie Hardiman juga disebut berulang kali menyatakan akan membuat sengsara keluarga Bripka Arfan Saragih.
Baca juga: Kuasa Hukum Keluarga Bripka AS Sebut Kejanggalan hingga soal Tumbal Kasus Penggelapan Pajak
Bahkan, ancaman inilah diklaim sedang dirasakan Jenni Simorangkir dan kedua anaknya dan merasa pernyataan Kapolres Samosir itu terbukti saat ini.
"Jadi almarhum bilang, benar apa yang dikatakan bapak Kapolres 'kubuat anak dan istrimu menderita," ucap Jenni.
Hingga saat ini, baik keluarga almarhum dan Jenni merasa janggal jika Bripka Arfan Saragih tewas bunuh diri minum racun sianida.
Padahal, kata Jenni, suaminya sudah membayar kerugian pajak yang digelapkan berkisar Rp 650 juta atau Rp 700 juta.
Uang itu mereka peroleh setelah menjual rumah yang ada di Kabupaten Samosir.
"Almarhum dikatakan punya masalah, tetapi dia tidak mengatakan pajak. Dia mengatakan Kapolres menyuruh mencari uang Rp 400 juta untuk membayar. Jadi kami menjual rumah kepada namboru saya," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Wartakotalive.com/Feryanto Hadi)