KPK Usut Dugaan Korupsi Cukai Rokok di Wilayah Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
(KPK) memulai penyidikan baru terkait dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai penyidikan baru terkait dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
"KPK mulai penyidikan baru terkait dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (27/3/2023).
Adapun barang kena cukai yang diduga dikorupsi adalah kuota rokok.
Ali mengungkapkan, pihak yang diduga terlibat telah memanipulasi penetapan dan penghitungan kuota rokok dimaksud, sehingga mengakibatkan kerugian negara.
"Dalam pengaturan barang kena cukai berupa kuota rokok diduga adanya penetapan dan perhitungan yang fiktif sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara dari sisi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai dan pajak daerah hingga mencapai ratusan miliar rupiah," ungkapnya.
Dikatakan Ali, tim penyidik saat ini sedang melakukan pengumpulan alat bukti, di antaranya dengan melakukan pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi, termasuk agenda penggeledahan di beberapa lokasi terkait.
Namun, terkait pengungkapan identitas para tersangka, kata Ali, baru akan dilakukan apabila pengumpulan alat bukti dianggap telah tercukupi.
"Maka identitas pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, konstruksi dugaan perbuatan pidana dan pasal yang disangkakan akan kami sampaikan pada publik," katanya.
Baca juga: KPK Kecam Pemanggilan Milenial Bea Cukai yang Bongkar Dugaan Pelanggaran
KPK pun mempersilakan masyarakat untuk mengawal dan memantau proses penyidikannya, di antaranya dengan dapat memberikan informasi maupun data terkait pada tim penyidik maupun call center 198.