MAKI Harap Laporannya soal Aliran Dana Rp349 Triliun Ditolak Bareskrim Polri, Kenapa?
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan tujuan membuat laporan ini untuk membuka rahasia soal aliran dana tersebut.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan PPATK, Menkopolhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani soal aliran dana Rp349 triliun.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan tujuan membuat laporan ini untuk membuka rahasia soal aliran dana tersebut.
"Sesuai janji saya, saya hadir di Bareskrim hari ini untuk melaporkan dugaan tindak pidana membuka rahasia data atau keterangan hasil dari PPATK yang diduga dilakukan oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, terus Menkopolhukam Pak Mahfud MD, terus Menteri Keuangan Bu Sri Mulyani," kata Boyamin kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Meski begitu, tidak seperti pelapor pada umumnya. Boyamin malah berharap laporannya tersebut bisa ditolak oleh Bareskrim Polri.
"Tapi sebenarnya saya lapor ini nanti ke SPKT bikin LP (laporan polisi), mudah-mudahan ditolak. Karena apa? Kalau ditolak berarti bukan pidana," ucapnya.
Namun, Boyamin mengatakan jika memang laporannya diterima, maka biar penyidik yang melakukan proses hukum lebih lanjut atas laporannya tersebut.
"Ya kalau diterima diteruskan, dalam pengertian diteruskan nanti seperti apa ya nanti biar lah hukum yang akan melakukan proses-proses berikutnya," ungkapnya.
Untuk informasi, Diketahui, Arteria Dahlan sempat mempertanyakan mengapa dokumen temuan terkait TPPU terkait transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa bocor ke publik.
Kemudian dia menyinggung Pasa11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, di mana dokumen temuan terkait TPPU seharusnya dirahasiakan.
"Saya bacakan Pasal 11 pak, pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim dan setiap orang. Setiap orang itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko, pak, ya. Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," katanya dalam Raker bersama PPATK pada Selasa (21/3/2023).
Bahkan dia menyebut adanya sanksi pidana empat tahun penjara sebagai ancaman menyebarkan dokumen tersebut.
"Sanksinya pak, sanksinya setiap orang itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. ini undang-undangnya sama pak. Ini serius, gitu loh. Nanti kita juga ada sesi berikutnya bisa klarifikasi," ujarnya
Jokowi Minta Mahfud Jelaskan soal TPPU
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan ke DPR mengenai kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).