Senyum dan Lambaian Tangan Irjen Teddy Minahasa Usai Dituntut Hukuman Mati
Eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Kedua, Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut umum.
Ketiga, perbuatan Teddy dianggap merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Polri.
Keempat, Teddy dianggap telah merusak nama baik Polri.
Kelima, selama proses pemeriksaan, Teddy tidak mengakui perbuatannya.
Keenam, Teddy cenderung menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Ketujuh, sebagai Kapolda Teddy dianggap mengkhianati perintah presiden dalam menegakkan hukum dan pemberantasan narkoba.
Kedelapan, Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika.
Kata Hotman Paris
Kuasa hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris mengatakan pihaknya akan menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa yang memfokuskan soal pelanggaran hukum acara secara serius.
Pelanggaran hukum acara tersebut yang bisa berdampak pada surat dakwaan batal demi hukum
"Jadi kita mengatakan bahwa pleidoi kita terutama akan fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius yang menurut UU hukum acara tidak boleh dilanggar, akibatnya dakwaan batal demi hukum," kata Hotman selepas persidangan.
Salah satu contohnya kata dia, adalah pesan WhatsApp Teddy Minahasa tanggal 24 Desember yang menyatakan kata musnahkan dan hapus tidak pernah ditunjukkan kepada saksi manapun saat dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Hotman, hal - hal yang menguntungkan terdakwa justru tidak ditanyakan kepada saksi oleh penyidik.