Soal Transaksi Rp 349 Triliun, Pakar TPPU: Memalukan, Menkeu Tak Tahu Ada Laporan Dana Mencurigakan
Yenti Garnasih heran dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tidak tahu ada laporan hasil analisa PPATK terkait dugaan transaksi janggal 349 triliun.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih, merasa heran dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tidak tahu ada laporan hasil analisa (LHA) PPATK terkait dugaan transaksi janggal Rp 349 triliun.
Yenti menyebut hal itu sesuatu yang sangat memalukan.
Demikian disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Kamis (6/4/2023).
"Kenapa sampai Menteri Keuangan tidak tahu bahwa ada LHA kepada anak buahnya? Ini pasti ada sistem tidak bergerak. Ada sistem yang Pak Mahfud sendiri menyampaikan bahwa Ibu Menkeu tidak tahu. Ini menurut saya sesuatu yang sangat memalukan," kata Yenti di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Yenti menilai, seseorang yang tidak melaporkan LHA PPATK terkait dana atau transaksi mencurigakan adalah perbuatan melawan hukum.
Sehingga hal itu disebut tindakan yang tidak profesional.
Baca juga: Eks Kepala PPATK: Transaksi Janggal Rp 349 T Harusnya Tak Dilaporkan ke Siapa pun Sebelum Ada LTKM
"Yah sampai negara kita ini ada fenomena bahwa ternyata tidak tahu, tidak disampaikan dan orang yang tidak menyampaikan itu tentu adalah satu bentuk kegiatan yang ilegal yang melawan hukum yang tidak sesuai dengan bahwa mereka itu adalah pelayan publik. Jadi ada masalah pelayanan publik yang tidak proper, tidak penuh dengan integrity dan tidak profesional," katanya.
Yenti menambahkan, tindak pidana pencucian uang modus baru untuk menyamarkan transaksi seseorang.
Sehingga kerugian maupun tindak pidana yang terjadi tidak meninggalkan jejak.
Baca juga: Mahfud MD Diharap Tak Manfaatkan Kasus Transaksi Janggal Rp 349 T Demi Dukungan Politik 2024
"Money laundry, selain new crime, adalah new strategy, strategi baru untuk memberantas semua kejahatan-kejahatan asal yang ada di Pasal 2 Ayat 1 ada 25 jenis kejahatan asal," tandasnya.
Diberitakan, Mahfud MD mengungkap adanya dugaan transaksi janggal senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu membeberkan asal-usulnya.
Menurut Mahfud, asal transaksi janggal itu terbagi ke tiga kelompok, salah satunya transaksi keuangan pegawai Kemenkeu sebesar Rp35 triliun.
"Satu, transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemaren Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp3 triliun, yang benar Rp35 triliun," kata Mahfud dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Baca juga: Kementerian Keuangan Klarifikasi Beda Data Transaksi Pegawai, Ini Tanggapan Mahfud MD
Mahfudmelanjutkan, ada pula transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp53 triliun.
Kemudian, ada transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan pegawai Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh datanya sebesar Rp261 trilun.
"Sehingga jumlahnya sebesar Rp349 triliun, fix," ujar Mahfud.
Mahfud lalu membeberkan ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang terlibat dalam transaksi-transaksi janggal tersebut.
Ia menyebutkan, dari jumlah tersebut, ada yang merupakan bagian dari jaringan kelompok Rafael Alun, eks pejabat pajak yang diduga melakukan pencucian uang.
"Jangan bicara Rafael misalnya, Rafael udah ditangkap, selesai, loh di laporan ini ada jaringannya, bukan Rafaelnya," kata Mahfud.
Berdasarkan materi paparan Mahfud, pihak lain yang terlibat terdiri dari 13 orang ASN kementerian/lembaga lain dan 570 orang non-ASN sehingga totalnya mencapai 570 orang terlibat.
Sebelumnya, Mahfud MD membuat pernyataan menghebohkan dengan menyebut adanya dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp300 triliun.
Pergerakan uang tersebut, kata Mahfud, sebagian besar berada di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, itu yang hari ini," katanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Belakangan, ia menyebut bahwa nilai transaksi mencurigakan itu sudah mencapai angka Rp349 triliun.
Namun, Mahfud menegaskan bahwa itu bukan dugaan korupsi, melainkan dugaan TPPU yang melibatkan pegawai di luar Kemenkeu atau perusahaan lain.
“Itu tetap dihitung sebagai perputaran uang. Jadi jangan berasumsi bahwa pegawai Kemenkeu korupsi Rp349 T, enggak, ini transaksi mencurigakan, dan ini melibatkan ‘dunia luar’,” kata Mahfud, Senin (20/3/2023).
Menanggapi Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.
Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp22 triliun.
"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga For 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.