Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putuskan Tolak Uji Materi Pengadilan HAM, MK Dinilai Abaikan Nilai-nilai Kemanusiaan

Feri Amsari merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pengujian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Putuskan Tolak Uji Materi Pengadilan HAM, MK Dinilai Abaikan Nilai-nilai Kemanusiaan
Tribunnews.com/ Naufal Lanten
Feri Amsari yang menjadi bagian dari Themis Indonesia sebagai Tim Universalitas Hak Asasi Manusia sebagai pemohon Uji Materiil Undanbrg-Undang tentang Pengadilan HAM (kiri) saat ditemui usai sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (14/4/2023). 

Awal Mula Permohonan Uji Materiil Pasal 5 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menerima pendaftaran permohonan uji materiil Pasal 5 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), Rabu (7/9/2022).

Baca juga: Soroti RUU MK, Hamdan Zoelva: Evaluasi Rutin Bisa Ganggu Independensi Hakim

Permohonan Nomor 89/PUU-XX/2022 dalam perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) diajukan oleh Marzuki Darusman, Muhammad Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Senin (26/09/2022), para Pemohon menyebutkan frasa “… oleh warga negara Indonesia” Pasal 5 UU Pengadilan HAM menghapus tanggung jawab negara dalam menjaga perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

Selain itu, frasa tersebut juga menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah‑daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara.

Myanmar hingga saat ini masih mengalami situasi politik yang tidak pasti akibat pemberlakuan keadaan darurat oleh pihak militer.

Tragedi kemanusiaan serta pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) pun terus terjadi di Myanmar.

Berita Rekomendasi

Dengan adanya pembatasan pada Pasal 5 UU Pengadilan HAM tersebut, maka sulit bagi para korban pelanggaran HAM untuk memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya.

Sebab menurut para Pemohon, Myanmar tidak menjadi bagian dari International Criminal Court karena tidak turut menandatangani Statuta Roma.

Sehingga tidak mungkin negara dengan kekuasaan seperti junta militer mendirikan pengadilan HAM untuk mengadili para pejabatnya yang terlibat pelanggaran HAM.

Karena terjadi kekosongan hukum untuk menindaklanjuti pelaku pelanggaran HAM berat di Kawasan Asia tersebut, diperlukan suatu cara untuk melindungi warga negara—tidak saja di Myanmar, tetapi juga di ASEAN secara keseluruhan untuk bisa mengemban hak-hak membela diri secara pribadi.

Untuk itu, dalam petitum para Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

“Menyatakan frasa “oleh warga Negara Indonesia” yang terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia bertentangan dengan UUD 1945,” pinta Feri Amsari selaku kuasa hukum para Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Senin (26/09/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas