Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Panglima TNI Ketika KST Manfaatkan Ibu-ibu dan Anak-anak Kepung Prajurit di Mugi-Mam Papua

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menceritakan kejadian kontak tembak antara prajurit TNI dengan Kelompok Separatis Teroris (KST)

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Cerita Panglima TNI Ketika KST Manfaatkan Ibu-ibu dan Anak-anak Kepung Prajurit di Mugi-Mam Papua
TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI
TRIBUNNEWS.COM, PAPUA - Tidak ada, saya kira tidak ada penambahan pasukan. Pasukan yang ada ini adalah pasukan rotasi. Pasukan ini yang termasuk pasukan sudah hampir setahun bertugas. Tentunya ini akan kita tarik, kita rotasi pasukan yang baru, termasuk yang kemarin kita rotasi kemudian ada pasukan yang bertugas yang kemarin saya lepas itu. Ada yang dari Medan, Palembang, Kalimantan Tengah, Makassar dan Surabaya. Kemarin itu juga sama, rotasi tidak cuma di daerah-daerah rawan, yang kemarin itu di daerah-daerah yang bukan daerah rawan ini. Demikian disampaikan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, S.E., M.M. didampingi Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurachman, S.E., M.M. saat konferensi perss (konpres) di Lanud Yohanis Kapiyau Timika, Papua, Selasa (18/4/2023). "Dengan adanya kejadian seperti ini ya tadi menjadi evaluasi kita. Tentunya pasukan yang sudah lama mungkin sudah bertugas lama, kita ganti prajurit-prajurit yang baru, " jelas Panglima TNI. Hal itu merupakan jawaban pertanyaan salah seorang wartawan apakah akan ada penambahan kekuatan TNI di Papua terkait kontak senjata dengan Kelompok Separatis Teroris atau KST Papua, yang terjadi di Mugi-Man Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu, 15 April 2023. Peristiwa itu mengakibatkan gugurnya prajurit terbaik Pratu Miftahul Arifin. //PUSPEN TNI 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menceritakan kejadian kontak tembak antara prajurit TNI dengan Kelompok Separatis Teroris (KST) di wilayah Mugi-Mam Kabupaten Nduga Papua pada Sabtu (15/4/2023) lalu.

Cerita tersebut, kata Yudo, didapatkannya dari dua orang prajurit yang selamat dalam insiden  di mana Pratu Miftahul Arifin gugur tersebut.

Yudo mengatakan awalnya 36 prajurit TNI tengah melakukan operasi pencarian pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens yang disandera KST.

Berdasarkan informasi, kata Yudo, daerah tersebut merupakan lokasi di mana Phillip disandera oleh KST yang dipimpin Egianus Kogoya.

Dalam perjalanannya, kata dia, pasukan tersebut dihadang dan melakukan baku tembak dengan KST yang memanfaatkan masyarakat.

"Dalam kontak tembak tersebut mereka memanfaatkan masyarakat dan juga anak-anak untuk menyerbu mereka," kata Yudo saat konferensi pers di Base Ops Lanudal Juanda Surabaya yang ditayangkan di kanal Youtube Puspen TNI pada Selasa (18/4/2023).

BERITA REKOMENDASI

"Dari tembakan iya, kemudian dari masyarakat khususnya ibu-ibu dan anak-anak untuk menyerbu pasukan kita," sambung dia.

Serangan tersebut, kata Yudo, menyebabkan Pratu Miftahul Arifin jatuh ke jurang sedalam 15 meter dan gugur. 

Saat prajurit lain hendak melakukan pertolongan terhadap almarhum Arifin, KST kemudian melakukan penembakan dari tiga sisi.

Pasukan kemudian dalam posisi kita bertahan. 

Namun demikian, kata dia, KST bersama masyarakat yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak mengeroyok pasukan TNI.

"Ada masyarakat kemudian anak-anak yang dengan teriak-teriak, peluit dan sebagainya, seolah-olah seperti menakut-nakuti dengan masyarakat tadi. Sehingga kita kan juga begitu melihat tembakan, kemudian melihat masyarakat seperti itu akhirnya kan terbawa," kata Yudo.

"Mau nembak mungkin mereka, mau ditembak loh kok ternyata masyarakat atau anak-anak. Tapi kenyataannya mereka menggunakan teori seperti itu," sambung dia.

Adanya ibu-ibu dan anak-anak tersebut, kata Yudo, kemudian membuat pasukan bingung.

Hal itu, kata dia, karena para prajurit TNI tersebut sebelumnya tidak pernah berhadapan dengan masyarakat dalam situasi seperti itu.

Baca juga: Panglima TNI Berlakukan Operasi Siaga Tempur Lawan KKB di Wilayah Mugi-mam Nduga Papua

"Mereka tidak pernah menghadapi hal seperti itu sampai melibatkan masyarakat, melibatkan anak-anak. Kita selalu menghindari sebenarnya jangan sampai ada korban," kata Yudo.

"Saya selalu sampaikan kan. Saya tidak mau represif yang mengakibatkan korban masyarakat ataupun anak-anak. Tapi ternyata mereka menggunakan itu," sambung dia. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas