Dewan Pembina Perludem Soroti PKPU Bermasalah, Keterwakilan Perempuan Masih Kurang
Titi Anggraini melihat masih ada masalah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini melihat masih ada masalah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024.
Dalam PKPU 10/2023, khususnya pada Pasal 8 ayat 2, akibat pembulatan desimal, jumlah keterwakilan perempuan di sejumlah dapil kurang dari 30 persen.
"Artinya menyimpangi Pasal 245 UU 7/2018 tentang pemilu yang menyatakan bahwa daftar caleg memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan," kata Titi dalam keterangannya, Rabu (3/5/2023).
Lebih lanjut, Titi menjelaskan, misal suatu dapil punya empat kursi dan partai mengajukan empat caleg, maka hasil persentase 30 persen keterwakilan perempuan adalah 1,2.
"Kalau pakai pembulatan ala Pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2024, maka hasilnya dibulatkan jadi satu," ujarnya.
Masalahnya, tegas Titi, akan muncul masalah sebab angka satu dari empat tersebut hanya terhitung jadi 25 persen, yang berarti kurang dari 30 persen.
"Bertentangan dengan Pasal 245 UU 7/2027. Seharusnya, Pasal 254 adalah prinsip utama pencalonan yang tidak boleh disimpangi," tutur Titi.
Titi pun mempertanyakan bagaimana KPU menanggapi norma yang kontradiktif tersebut.
Jika menilik Pemilu 2019, melalui PKPU 20/2018, KPU melakukan pembulatan desimal ke atas untuk berapa pun angka hasil pembagiannya, sehingga tidak ada dapil di bawah 30 persen.
Baca juga: Partisipasi Perempuan dalam Dunia Kerja Harus Terus Ditingkatkan
Sedangkan pada Pemilu 2014, KPU hanya menerapkan syarat utama daftar caleg pada setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.