Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hari Ini Sidang Terakhir Uji Materiil Sistem Pemilu Terbuka Jika Nasdem dan Gelora Tak Hadirkan Ahli

Anwar Usman juga menjawab tudingan yang menyebut bahwa MK lamban dalam menggelar sidang terkait sistem pemilu ini.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hari Ini Sidang Terakhir Uji Materiil Sistem Pemilu Terbuka Jika Nasdem dan Gelora Tak Hadirkan Ahli
Biro Pers Setpres/Biro Pers Setpres
Presiden Jokowi Menghadiri Pengucapan Sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028, Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (20 Maret 2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyatakan bahwa hari ini, Senin (15/5/2023), merupakan hari terakhir sidang Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka jika Partai Nasdem dan Partai Gelora tidak menghadirkan ahli.

Hal itu disampaikannya pada sidang lanjutan atas perkara nomor 114/PUU-XX/2022, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin.

“(Jika) Nanti pihak Partai Garuda dan Nasdem tidak mengajukan ahli, berarti sidang hari ini adalah sidang terakhir (sebelum putusan),” kata Anwar Usman.

Ia menambahkan bahwa MK perlu menghadirkan dan mendengarkan keterangan dari seluruh pihak.

Baca juga: Di Sidang MK, Yusril Ihza Mahendra: Sistem Proporsional Terbuka Bertentangan dengan UUD 1945

MK, kata Anwar, tak mungkin memutuskan perkara tanpa mendengarkan seluruh pihak terkait.

“Oleh karena itu, sekali lagi Mahkamah Konstitusi tentu tidak mungkin memutus tanpa mendengar semua pihak kecuali pihak itu tidak menggunakan haknya,” tuturnya.

Berita Rekomendasi

Lebih jauh Anwar juga menjawab tudingan yang menyebut bahwa MK lamban dalam menggelar sidang terkait sistem pemilu ini.

“Jadi untuk kewajiban pengadilan memang untuk mendengar keterangan dari semua pihak,” kata dia.

“Jadi itu yang perlu disampaikan sekali lagi karena ada beberapa pihak yang menympaikan seolah-olah Mahkamah Konstitusi sangat lambat untuk memutuskan perkara ini.”

Anwar Usman mengatakan bahwa cepat atau lambatnya tahapan sidang terkait sistem pemilu ini tidak selalu disebabkan oleh MK.

Dia bilang bergulirnya persidangan uji materiil itu bergantung pada para pihak yang terlibat dalam perkara ini.

“Bahwa cepat lambatnya persidangan perkara ini tidak melulu bergantung kepada MK. Dan ini sudah pernah disampaikan pada persidangan sebelumnya. Jadi bergantung pada para pihak,” kata Anwar Usman.

Untuk hari ini saja, sambung dia, sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan ahli dari pihak terkait Derek Loupatty.

Terdapat tiga ahli yang dihadirkan pada sidang ini, yakni Dr Khairul Fahmi, Titi Anggraini. Adapun Dr Zainal Arifin Mochtar hadir melalui daring.

“Untuk hari ini saja ada tiga ahli, saya tidak tahu sampai jam berapa,” ucap Anwar.

Selanjutnya pun, lanjut dia, masih ada pihak terkait yang masih akan mengajukan ahli. Yakni Partai Garudan dan juga Partai Nasdem.

“Jadi untuk itu mohon dimaklumi,” tuturnya.

Perjalanan Sidang Uji Materiil Sistem Proporsional Terbuka

Adapun materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 berkaitan dengan pengujian Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai sistem proporsional daftar terbuka masih bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Keenam penggugat, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Para pemohon meminta MK mengganti sistem proporsional terbuka yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan telah menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang.

Untuk itu, para pemohon menginginkan MK dapat mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.

Kemudian ada delapan parpol menolak sistem proporsional tertutup. Mereka yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Hanya saja, PDI Perjuangan meminta MK mengabulkan gugatan terkait sistem proporsional terbuka ini.

Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.

Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.

Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.

“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.

“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.

Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.

Sehingga ia berharap Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan sistem ini di Pemilu 2024 mendatang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas