Pengakuan Mario Dandy saat Jadi Saksi Kasus Rafael Alun: Saya Tak Tahu, Tidak Pegang HP
Ini pengakuan Mario Dandy saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus yang menjerat ayahnya, Rafael Alun Trisambodo.
Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mario Dandy (20) ikut diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat ayahnya, Rafael Alun Trisambodo, Senin (22/5/2023) di Polda Metro Jaya.
Pemeriksaan terhadap Mario Dandy digelar di Polda Metro Jaya karena ia masih menjalani penahanan dalam kasus penganiayaan David Ozora (17).
Dalam pemeriksaannya tersebut, Mario Dandy mengaku tidak tahu-menahu mengenai kasus yang menjerat ayahnya itu.
Ia beralasan tidak pernah menggunakan handphone (HP) ketika di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya.
"Saya tidak tahu apa-apa, saya kan nggak pegang handphone," kata Mario kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin, dikutip dari Wartakotalive.com.
Baca juga: KPK Usut Dugaan Keterlibatan Geng Rafael Alun Trisambodo dalam Kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang
Mario Dandy Sempat Dicecar soal Kepemilikan Mobil Jeep Rubicorn
Ketika diperiksa sebagai saksi, Mario Dandy diketahui sempat dicecar penyidik mengenai kepemilikan mobil Jeep Rubicorn yang sering dipamerkannya di media sosial.
Demikian disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.
"Didalami oleh tim penyidik KPK terkait pengetahuan dari saksi ini atas dugaan kepemilikan mobil mewah yang sempat dipamerkannya di media sosial yang bersangkutan," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (23/5/2023).
Sebagai informasi, selain Mario Dandy, KPK juga memanggil empat saksi lain dari pihak swasta.
Mereka adalah Oki Hendarsanti, Ujeng Arsatoko, Fransiskus Xaverius Wijayanto Nugroho, dan Jeffry Amsar.
Keempatnya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Rafael Alun Jadi Tersangka atas 2 Dugaan Perbuatan Pidana
Untuk diketahui, Rafael Alun ditetapkan sebagai tersangka atas dua dugaan perbuatan pidana.
Pertama, terkait dugaan penerimaan gratifikasi, hal ini diduga terkait dengan jabatan Rafael Alun sebagai pegawai pajak.
Pada 2005, Rafael Alun resmi diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), di mana salah satunya ia mempunyai kewenangan melakukan penelitian dan pemeriksaan atas temuan perpajakan dari wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Kemudian, pada tahun 2011, Rafael Alun diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I.
Saat menjabat posisi itu, diduga Rafael Alun menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak dengan disertai pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya.
Baca juga: Susul Rafael Alun, Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono Jadi Tersangka KPK Buntut Flexing Harta
Rafael Alun diduga telah menerima gratifikasi dari wajib pajak, di mana nilainya hingga 90 ribu dolar Amerika Serikat atau sekira Rp1.347.804.000.
Tak hanya itu, dalam penyidikan KPK, ditemukan juga safe deposit box yang didalamnya terdapat uang Rp32,2 miliar dan diduga itu milik Rafael Alun.
Kemudian kasus kedua, yakni soal TPPU, Rafael Alun diduga mengalihkan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi.
Namun terkait TPPU ini belum dibeberkan lebih detail, termasuk nilai uang hasil korupsi yang dicuci untuk disamarkan menjadi sejumlah aset oleh Rafael Alun.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ashri Fadilla) (Wartakotalive.com/Ramadhan L Q)