Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Contoh Teks Khutbah Jumat: Pelajaran Jika Belum Mampu Berangkat Haji

Berikut contoh teks khutbah Jumat yang dapat dibacakan pada hari Jumat (26/5/2023), tentang pelajaran jika belum mampu berangkat haji.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Contoh Teks Khutbah Jumat: Pelajaran Jika Belum Mampu Berangkat Haji
Tribunnews/Bahauddin R Baso/ MCH 2019
Ribuan umat muslim melakukan thawaf mengelilingi Kabah usai shalat subuh di Masjidil Haram, Makkah - Berikut contoh teks khutbah Jumat yang dapat dibacakan pada hari Jumat (26/5/2023), tentang pelajaran jika belum mampu berangkat haji. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut contoh teks khutbah Jumat yang dapat dibacakan pada hari Jumat (26/5/2023).

Contoh teks khutbah Jumat ini berjudul 'Pelajaran Penting dari Ulama yang Gagal Naik Haji'.

Isi dalam contoh khutbah Jumat ini merupakan pelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan ketika belum mampu berangkat haji lantaran keterbatasan ekonomi atau halangan lainnya.

Oleh karena itu, seseorang juga diharuskan memikirkan mana yang lebih prioritas untuk dilaksanakan.

Simak lebih lengkapnya contoh khutbah Jumat tentang pelajaran jika belum mampu berangkat haji, mengutip dari laman Kemenag.

Baca juga: VIDEO Fungsi Gelang Identitas yang Wajib Dipakai Jemaah Haji: Jangan Ditukar dan Ditinggalkan

Contoh Teks Khutbah Jumat

Khutbah I

Berita Rekomendasi

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ فِي الْمَالِ حَقًّا لِلْفُقِيْرِ وَالمِسْكِيْنِ وَسَائِرِ اْلمُحْتَاجِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat, hafidhakumullâh.

Dalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud Abdullah bin Mubarak berangkat menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji. Namun, ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa saat hingga dirinya batal menunaikan ibadah haji.

Yang membuat Abdullah bin Mubarak menghentikan perjalanannya adalah kondisi miris seorang perempuan di kota Kufah yang terpaksa mengonsumsi bangkai itik. Tidak sendirian, perempuan mengajak pula anak-anaknya memakan bangkai itu sebagai santapan keluarga.

Abdullah bin Mubarak sempat menegurnya beberapa kali bahwa konsumsi semacam itu haram menurut agama. Nasihat ini gagal. Hingga ia terkejut dengan kenyataan bahwa keluarga tersebut memakan bangkai karena alasan keterpaksaan.

Si perempuan dan beberapa anaknya sudah tiga hari mendapat makanan. Untuk mempertahankan hidup, satu keluarga miskin tersebut menelan apa saja yang bisa dimakan. Hati Abdullah bin Mubarak menangis. Ia lantas menyedekahkan keledai tunggangannya, beserta barang-barang bawaannya, termasuk makanan dan pakaian, kepada keluarga malang itu.

Persoalanya adalah Abdullah bin Mubarak kini tak memiliki bekal untuk melanjutkan perjalannya ke tanah suci. Perjalanannya tertunda beberapa lama di kota Kufah sampai musim haji lewat dan ia pun gagal melaksanakan haji tahun itu.

Ketika balik ke kampung halaman, alangkah kagetnya ia lantaran mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru datang dari ibadah haji. Abdullah bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang bahwa kali ini ia gagal pergi ke Tanah Suci. "Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini," katanya meyakinkan orang-orang yang menyambutnya.

Sementara itu, kawan-kawannya yang berhaji menyampaikan testimoni yang membuat Abdullah bin Mubarak semakin bingung. Mereka mengaku berada di Makkah dan membantu kawan kawannya itu membawakan bekal, memberi minum, atau membelikan sejumlah barang.

Setelah peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam harinya mendapat jawaban melalui mimpi. Dalam tidur itu, Abdullah mendengar suara, "Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji."

Jamaah shalat Jumat hadakumullah,

Subhanallah. Allah telah menunjukkan rahmat-Nya kepada hamba yang gemar bersedekah. Apa yang dilakukan ulama sufi tersebut adalah prioritas dalam beribadah.

Haji adalah ibadah, sedekah juga merupakan ibadah. Namun, Abdullah bin Mubarak mendahulukan yang kedua karena sedekahnya sangat dibutuhkan.

Abdullah bin Mubarak tidak sedang meremehkan ibadah haji. Ia hanya mendahulukan apa yang seharusnya didahulukan. Ia cuma sedang mengatasi masalah yang amat mendesak, yakni menyangkut kebutuhan dasar orang lain, dengan menunda ibadah haji tahun itu.

Toh, bukankah haji yang tertunda masih mungkin dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya. Perbuatan ini selaras pula dengan kaidah fiqih:

المُتَعَدِّيْ أَفْضَلُ مِنَ القَاصِرِ

“Ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah individual.”

Kaidah ini tidak berbicara tentang mana yang penting dan mana yang tidak penting. Melainkan, mana yang penting dan mana yang lebih penting.

Dalam fiqih prioritas (al fiqh al awlawi), derajat urgensi suatu ibadah bervariasi: yang satu lebih utama daripada yang lain.

Sebagaimana ketika orang harus memilih sesuatu yang mengandung mudaratnya lebih kecil daripada yang mudaratnya lebih besar.

Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Menjaga Kerukunan dalam Bermasyarakat

Jamaah shalat Jumat hadakumullah,

Kisah tersebut juga memberikan pelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan ketika belum mampu berangkat haji lantaran keterbatasan ekonomi atau halangan lainnya.

Selain memikirkan bagaimana memenuhi kewajiban suatu ibadah, seseorang juga diharuskan memikirkan mana yang lebih prioritas untuk dilaksanakan. Karena itulah haji hanya diwajibkan bagi yang mampu.

Islam, misalnya, tidak pernah mewajibkan orang miskin berangkat haji ketika ia sendiri masih kesulitan menunaikan kewajiban lain menafkahi anak dan istrinya.

Tidak dianjurkan pula baginya memaksankan diri secara berlebihan, hingga menjual aset-aset dasar seperti rumah atau sawah tempatnya mencari nafkah untuk keperluan itu.

Meski demikian, seseorang tetap diharuskan ikhtiar agar dapat melaksanakan ibadah haji. Sebagaimana shalat lima waktu dan zakat, haji adalah salah satu rukun Islam.

Bila masuk kategori mampu, baik dari segi fisik, ekonomi, mapun keamanan, seseorang wajib menunaikannya tanpa menunda-nunda.

Kewajiban tetaplah kewajiban, meskipun kita harus memilih satu kewajiban prioritas saat dihadapkan dengan pilihan beberapa kewajiban yang mesti dipenuhi.

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali Imran: 97).

Pelajaran kedua, Abdullah bin Mubarak telah melaksanakan “al-birru” atau kebajikan yang memang sangat dianjurkan dalam Islam. Ia menyedekahkan sesuatu yang sejatinya ia perlukan untuk menunaikan ibadah haji. Al-Qur’an menyebutkan:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan (yang sempurna), sebelum kalian mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai. (QS Ali Imran: 92).

“Al-birru” merupakan derivasi dari kata barra-yabirru yang berarti berbuat baik atau patuh. Dari kata ini pula terbentuk istilah mabrur.

Haji mabrur dengan demikian bukan semata soal pelaksanaan rukun dan wajib haji beserta hal-hal teknis lainnya. Tapi juga bagaimana haji membentuk pribadi yang al-barr, yakni bajik secara sosial.

Pemilik predikat haji mabrur tak hanya meningkat ibadahnya melainkan juga meningkat kepeduliannya terhadap persoalan di sekelilingnya sepulang dari haji.

Artinya, substansi mabrur ada pada akhlak dan karenanya tidak heran bila Abdullah bin Mubarak mendapat kemuliaan meski belum berangkat ke tanah suci lantaran rasa kemanusiaan dan kepedulian sosialnya yang tinggi.

Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat Singkat: Memupuk Niat dan Semangat Pergi Haji ke Tanah Suci

Ma’asyiral muslimin,

Demikian, khutbah yang dapat alfaqir sampaikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang kelak bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, sekaligus orang-orang yang mempunyai perhatian yang tinggi atas persoalan orang lain di sekitar kita. Wallahu a‘lam bish shawab.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas