Uang Narkoba Disinyalir Mengalir di Pemilu 2024, Polri Gandeng PPATK
Bareskrim Polri mensyinyalir adanya indikasi aliran uang dari jaringan peredaran narkoba yang dipergunakan untuk pendanaan Pemilu 2024.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mensyinyalir adanya indikasi aliran uang dari jaringan peredaran narkoba yang dipergunakan untuk pendanaan Pemilu 2024.
Dugaan aliran dana jaringan narkoba untuk pendanaan pemilu tersebut didapat dari penangkapan terhadap sejumlah anggota legislatif beberapa waktu belakangan.
"Dari hasil penangkapan yang dilakukan jajaran terhadap anggota legislatif di beberapa daerah, diduga terjadi penggunaan dana dari peredaran gelap narkotika untuk kontestasi elektoral 2024," kata Wadirtipidnarkoba Bareskrim Polri Kombes Jayadi, Rabu (24/5/2023).
Jayadi menyatakan indikasi itu makin kuat ketika diketahui bahwa dari sejumlah legislator yang ditangkap itu, beberapa diantaranya ada yang menjadi bandar narkoba.
"Beberapa anggota DPRD di daerah dilakukan penangkapan terkait dengan narkoba, bahkan ada yang kategori sebagai bandar," ujarnya.
Baca juga: Bareskrim Ungkap Indikasi Duit Narkoba Dipakai Untuk Pemilu, PPP: Usut Tuntas
Namun demikian, Jayadi tidak merinci berapa jumlah anggota legislatif yang ditangkap dalam kasus narkoba itu.
Termasuk rincian aliran dana yang diduga untuk mendukung kontestasi di pesta demokrasi tersebut.
Ia hanya menekankan kepada jajarannya untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran narkotika, termasuk aliran dananya.
"Dengan rakernis ini kita memberikan warning kepada jajaran untuk lakukan antisipasi. Rakernis ini memberikan arahan kepada jajaran untuk antisipasi jangan sampai dana atau uang dari peredaran gelap narkoba masuk bermain dalam kontestasi elektoral," kata Jayadi di sela-sela rapat kerja teknis Dittipidnarkoba Bareskrim di Bali yang digelar 24-25 Mei 2023.
Menurut Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa, penggunaan uang narkoba untuk pendanaan pemilu itu baru kemungkinan.
Untuk memastikannya, Bareskrim Polri menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) apabila sudah ditemukan data akurat terkait indikasi tersebut.
”Kita akan melakukan penegakan hukum jika terjadi. Hal ini kita bahas dalam rakernis Dittipid Narkoba Bareskrim Polri agar para Direktur Reserse Narkoba jajaran mengantisipasinya,” kata Mukti.
Dalam kesempatan itu Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto memerintahkan jajarannya melakukan pemetaan penggunaan sumber dana dari peredaran narkoba untuk Pemilu 2024.
"Ke depan kita akan menghadapi pesta demokrasi, Pemilu 2024. Saya minta seluruh jajaran reserse narkoba Polri sudah mulai memetakan dan mengantisipasi permasalahan terkait narkoba yang dapat menghambat perhelatan pemilu," kata Agus.
Agus meminta jajarannya menegakkan hukum secara profesional, berkeadilan, dan berintegritas.
Hingga meningkatkan hubungan dan kerja sama yang baik antar sesama stakeholder terkait Pemilu.
"Antisipasi penggunaan sumber dana dari peredaran narkoba untuk kegiatan Pemilu. Kemudian laksanakan penegakan hukum secara profesional, berkeadilan dan berintegritas," ujar Agus.
Menurut Agus, berbagai permasalahan timbul menjelang Pemilu 2024, di antaranya adalah politisi yang terlibat narkoba.
"Keterlibatan politisi dalam penyalahgunaan narkoba sudah jelas melanggar etika dan norma. Bahkan dimungkinkan terdapat peredaran narkoba yang melibatkan politisi dalam memanfaatkan keuntungannya untuk mendukung kegiatan politiknya," katanya.
Agus pun meminta Dittipidnarkoba Bareskrim Polri menyiapkan strategi dan memanfaatkan teknologi yang dimiliki untuk mencegah terjadinya fenomena narkopolitik.
Terlebih angka prevalensi di Indonesia cukup tinggi.
Namun, dia enggan tidak menyebut angka prevalensi narkoba di Indonesia.
Yang pasti, angka prevalensi itu disebutnya telah menyebabkan kerawanan dan Indonesia dijadikan tujuan pangsa pasar yang potensial untuk memasarkan narkoba.
Sementara itu Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan pihaknya berupaya mencegah terjadinya pelanggaran bagi peserta pemilu maupun pemilihan yang melanggar ketentuan penyalahgunaan narkotika. Bagja menegaskan ada pengawasan melekat dalam proses pencalonan.
"Upaya pencegahan dengan melakukan koordinasi bersama KPU saat verifikasi faktual terhadap para calon peserta pemilu. Juga berkoordinasi dengan BNN, dan kepolisian untuk memastikan SKCK (surat keterangan catatan kepolisian) yang diterbitkan dalam memberikan informasi riwayat calon jika pernah terlibat penyalahgunaan narkoba," katanya.
Hanya saja, Bagja mengungkapkan syarat lampiran SKCK bagi calon anggota legislatif (DPD, DPR, dan DPRD) itu baru dilampirkan saat proses pendaftaran di masa akhir.
"SKCK dilampirkan para calon pada waktu-waktu terakhir pendaftaran, lalu KPU tidak buru-buru melakukan verifikasi. Ini terkadang menimbulkan masalah," ujarnya.
Selain itu, ia mengungkapkan Bawaslu juga melakukan pengawasan melekat dalam setiap proses tahapan pencalonan.
Hal tersebut menurutnya termasuk memastikan keabsahan dan kebenaran dokumen surat keterangan bebas dari penyalahgunaan narkotika.
Hanya saja, kata Bagja, bagi calon peserta pemilu yang ternyata dalam proses pendaftaran diketahui menggunakan atau menyalahi penggunaan narkotika, tak serta merta bisa dicoret.
"Harus menunggu menjalani persidangan dulu menjadi terpidana atau sudah vonis dengan mempunyai kekuatan hukum tetap baru bisa dicoret sebagai peserta pemilu atau pilkada. Contohnya kasus salah satu calon bupati Yalimo di Papua pada Pilkada 2020 lalu," terangnya.
Bagja menjelaskan dalam pilkada Bawaslu mempunyai kewenangan berupa rekomendasi kepada KPU apabila ternyata diketahui calon diketahui terlibat atau menggunakan penyalahgunaan narkoba.
"Namun rekomendasi kepada KPU ini terkadang tidak ditindaklanjuti seluruhnya oleh KPU," ujarnya.(tribun network/abd/mar/dod)