Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akademisi dan Praktisi Dorong Penghapusan Penuh Pidana Mati

Melalui masa percobaan, terpidana mati yang berkelakuan baik dapat dijadikan pidana penjara seumur hidup melalui Keputusan Presiden.

Penulis: Erik S
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Akademisi dan Praktisi Dorong Penghapusan Penuh Pidana Mati
enavakal.com
Ilustrasi hukuman mati. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengaturan pidana mati dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) memantik beragam respons dari para praktisi hukum dan akademisi.

Sebagai informasi, UU 1/2023 memberlakukan transformasi pengaturan pidana mati dengan memperkenalkan skema “masa percobaan” dalam vonis pidana mati.

Melalui masa percobaan, terpidana mati yang berkelakuan baik dapat dijadikan pidana penjara seumur hidup melalui Keputusan Presiden.

Praktisi Hukum, Todung Mulya Lubis mengapresiasi kehadiran masa percobaan sembari menegaskan perlunya penghapusan penuh pidana mati.

“Walaupun pidana mati harus dihapus, kita tetap harus mengamankan hak-hak terpidana mati yang sudah tertulis dalam KUHP baru,” ujar pengacara dan pegiat HAM senior ini saat membuka focus group discussion (“FGD”) yang diselenggarakan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, dengan topik “Pekerjaan Rumah Pemerintah dan Pengadilan untuk Pidana Mati dalam KUHP Baru” yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan dan akademisi.

Disampaikan Todung, mestinya ketentuan tersebut dapat diterapkan dari dulu sehingga ada kesempatan kedua bagi terpidana mati.

BERITA REKOMENDASI

“Seandainya ketentuan masa percobaan ini sudah ada dari dulu, saya cukup yakin akan ada kesempatan kedua bagi terpidana mati," ucap Todung.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Soal Hukuman Mati dengan Masa Percobaan 10 Tahun di KUHP Baru

Sampai saat ini, harus diakui, belum ada satu suara mengenai bagaimana “masa percobaan” ini akan diterapkan dan apakah sifatnya wajib.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Prof. Marcus Priyo Gunarto menilai bahwa rumusan Pasal 100 ayat (1) UU 1/2023 tidak mewajibkan hakim untuk memberikan masa percobaan jika menjatuhkan pidana mati.

“Pasal 100 ayat (1) menekankan kondisi yang harus dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan masa percobaan, yaitu ada tidaknya penyesalan atau signifikan tidaknya peran dari terdakwa. Selain itu, masa percobaan ini harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” ujar Marcus, yang juga Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Pidana mati dengan masa percobaan itu, ucap Marcus Priyo, bukan jenis pidana atau _strafsoort_ tetapi merupakan pelaksanaan pidana atau _strafmodus_. Artinya jenis pidana yang dikenal adalah pidana khusus yaitu pidana mati—bukan pidana mati dengan masa percobaan.

Pandangan Prof. Marcus berbeda dengan penjelasan dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI yang menyepakati bahwa masa percobaan wajib disertakan dalam vonis pidana mati dalam rumusan Pasal 100 ayat (1) UU 1/2023.

Hal ini juga dikemukakan oleh Anggota Komisi III DPR Taufik Basari dalam FGD. Taufik Basari menegaskan bahwa masa percobaan dalam Pasal 100 ayat (1) UU 1/2023 memang bersifat otomatis.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas