Santri Jadi Korban Kekerasan Seksual, Baleg DPR Minta Aturan Turunan UU TPKS Segera Diterbitkan
(Baleg) DPR RI mengingatkan Pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
Dia juga memberi contoh kasus pelecehan seksual di pondok pesantren di Provinsi Lampung beberapa waktu lalu, di mana modusnya adalah santriwati diiming-imingi mendapat berkah jika bersetubuh dengan pelaku.
Kemudian belasan santriwati di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, juga menjadi korban kekerasan seksual. Pelaku dalam 2 kasus asusila itu adalah pengasuh ponpes.
“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seperti gunung es. DPR sudah mengesahkan UU TPKS yang bisa menjerat pelaku dengan maksimal, namun masih belum efektif karena aturan teknisnya belum ada,” kata Willy.
Hingga saat ini, aparat penegak hukum biasanya menggunakan Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Undang-undang Perlindungan Anak dalam kasus kekerasan seksual di bawah umur.
Menurut Willy, penanganan kasus kekerasan seksual seharusnya bisa lebih efektif apabila penegak hukum menerapkan pasal-pasal dalam UU TPKS.
Baca juga: Modus Pimpinan Pondok Pesantren di Lombok Cabuli Puluhan Santriwati, Korban Diimingi Rayuan Surga
“Namun efektivitas UU TPKS untuk menjadi payung perlindungan korban kekerasan seksual belum memadai karena aturan teknisnya belum ada. Maka kami mendesak Pemerintah untuk sesegera mungkin menerbitkannya agar menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dan hakim,” sebut Willy.
Dia berharap Implementasi UU TPK dapat mencegah sekaligus memutus rantai kekerasan seksual, mengingat kasus kekerasan seksual menempati urutan teratas sebagai jenis kekerasan yang kerap dialami korban.
Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat sebanyak 11.016 kasus kekerasan seksual pada tahun 2022.
Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 di mana terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.162 kasus.
Kemudian Komisi nasional (Komnas) Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual menjadi yang terbanyak dilaporkan pada tahun 2022. Terdapat 2.228 kasus yang memuat kekerasan seksual atau 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
Willy meminta komitmen dari Pemerintah untuk segera menyelesaikan aturan turunan UU TPKS yang sedianya akan diangkat dalam 5 Peraturan Pemerintah dan 5 Peraturan Presiden, namun kemudian disepakati dilakukan penyederhanaan pembentukan aturan turunan menjadi 3 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden.
“Sinergi lintas Kementerian/Lembaga sangat dibutuhkan di sini. Karena UU TPKS menjadi terobosan hukum dalam kasus-kasus kekerasan seksual,” jelas Ketua Panja RUU TPKS itu.
UU TPKS juga menghindari potensi aparat penegak hukum menjadikan korban mengalami kekerasan berulang saat proses penanganan dan penyidikan kasus kekerasan seksual. Kemudian perkara tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.
“UU TPKS memastikan korban kekerasan seksual mendapatkan penanganan yang cepat dan akurat. Layanan serta mobilisasi pun dilakukan oleh tim penanganan kasus, bukan oleh korban,” ujar Willy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.