Santri Jadi Korban Kekerasan Seksual, Baleg DPR Minta Aturan Turunan UU TPKS Segera Diterbitkan
(Baleg) DPR RI mengingatkan Pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
Lebih lanjut, UU TPKS juga mengatur hukum acara kasus kekerasan seksual dengan lebih komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi HAM, kehormatan, serta tanpa intimidasi.
Willy menambahkan, UU TPKS tak hanya dapat menangkap dan menetapkan tersangka kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual, tapi juga bisa memenuhi hak-hak lain korban.
“Hak-hak seperti pemulihan psikologis, restitusi serta denda bagi pelaku, dan kebutuhan lainnya yang bisa diasesmen oleh pendamping korban,” ujarnya.
“Dengan UU TPKS, segala prosedur dan mekanisme juga bisa segera diatasi dengan cepat ketika ada hambatan dalam penanganan. Misalnya terkait bukti, korban dapat menjadi saksi atas dirinya,” tambah Willy.
Willy mengatakan, UU TPKS pun dapat menjadi sarana efek jera bagi pelaku kekerasan seksual karena hukuman dan dendanya cukup besar, yakni mencapai hingga 15 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar.
Jika denda itu tidak bisa dibayarkan oleh pelaku, kata Willy, maka bisa diganti dengan hukuman penjara.
“Termasuk aturan restitusi yang nilainya didasarkan pada jenis kejahatan yang dilakukan, lamanya ancaman pidana, dan kondisi ekonomi pelakunya. Penetapan restitusi dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pengadilan,” jelasnya.
Willy mengatakan, memang penyelesaian peraturan turunan UU TPKS ditargetkan selesai dalam waktu dua tahun setelah diundangkan. Namun ia mengingatkan, peraturan pelaksana penting mengingat UU TPKS menjadi tumpuan dalam mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan seksual.
“Kasus kekerasan seksual sudah jadi momok di negeri ini. Jadi semakin cepat aturan teknis UU TPKS diterbitkan, semakin baik,” ungkap Willy.
“Dan UU TPKS juga tak hanya dapat melakukan penanganan kasus, tapi juga mengatur pencegahan kekerasan seksual sehingga harapannya gunung es ini bisa berkurang,” sambungnya.
Dalam proses pencegahan dan penanganan korban kekerasan, menurut Willy, diperlukan sinergi dan koordinasi semua pihak. Baik dari pemerintah pusat hingga desa, organisasi mitra pembangunan, tokoh masyarakat, dan elemen bangsa lainnya.
“Kami mengharapkan komitmen Pemerintah untuk segera membentuk aturan teknis UU TPKS. Ini menjadi upaya negara dalam melindungi setiap warga negara dari ancaman tindak kekerasan seksual,” tandas Willy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.