Kata Ketua MK Soal Polemik Putusan Perpanjangan Pimpinan KPK
Anwar Usman sebut putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun jadi 5 tahun tidak perlu dikomentari terlebih gugatannya telah diputus.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman angkat bicara terkait putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Ia mengatakan putusan tersebut tidak perlu dikomentari, terlebih gugatannya telah diputuskan
"Sudahlah, kalau sudah putus engga boleh saya komentari lagi," kata Anwar Usman usai menghadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis, (1/6/2023).
Putusan MK yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK menuai banyak kritikan.
Pengajuan Gugatan hukum terbuka (open legal policy) seperti masa jabatan pimpinan KPK biasanya ditolak MK. Namun untuk kasus ini, MK justru sebaliknya.
Terkait hal tersebut, Anwar kembali enggan menjawab. Menurutnya pertimbangan MK sudah dilampirkan dalam putusan.
"Ya itu kan sudah putus. Silahkan baca dipertimbangan saja," katanya.
Sebelumnya Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut dikabulkannya permohonan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, terhadap pengujian Undang-Undang (KPK) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) justru semakin menghancurkan KPK sebagai lembaga antirasuah.
Alih-alih memperkuat KPK, melalui putusan No.112/PUU-XX/2022, MK malah memperpanjang masa jabatan pimpinan dari empat tahun menjadi lima tahun.
"Putusan tersebut tentu tidak memiliki kadar konstitusionalitas sedikit pun. Betapa tidak, periodisasi masa jabatan pimpinan KPK sejatinya merupakan open legal policy dan hal tersebut merupakan kewenangan absolut dari pembentuk peraturan undang-undang, bukan MK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya yang dikutip Rabu (31/5/2023).
Baca juga: Soal PKPU Caleg Eks Koruptor, ICW Bakal Surati Ketua MK Anwar Usman
Terlebih, sambungKurnia, masa jabatan selama empat tahun tidak bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, pimpinan KPK terpilih dan dilantik dengan masa jabatan yang pasti sebagaimana diatur dalam UU KPK.
Lebih lanjut, putusan MK ini pun dinilai akan berbuntut pada pengisian masa jabatan Pimpinan KPK periode 2024-2029, karena akan diproses oleh Presiden dan DPR periode baru pascapemilu 2024. Hal ini disebut Kurnia tidak bisa diterima oleh nalar.
"Bila dihitung berdasarkan masa habis jabatan, Presiden dan DPR baru akan berakhir pada Oktober 2024, sementara jabatan pimpinan KPK akan berakhir pada Desember 2024," tuturnya.
"Jika mengikuti alur pikir hakim MK yang demikian, maka pertanyaannya, apakah mungkin proses seleksi calon Pimpinan KPK dilakukan dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan? Artinya, seleksi masih dalam masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo," Kurnia menambahkan.
Baca juga: Komisi III DPR Tunggu Sikap Pemerintah soal Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK
Berdasarkan Pasal 6 UU KPK disebutkan lembaga antirasuah itu bertugas dalam fungsi penegakan hukum melalui skema penindakan serta pencegahan. Tak satu pun pasal, kata Kurnia, mengatakan ihwal KPK dapat digunakan sebagai instrumen hukum kekuasaan.
"Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain, Presiden harus memberhentikan Firli pada Desember mendatang dan segera membentuk pansel untuk mencari Pimpinan KPK mendatang dengan masa kepemimpinan lima tahun sebagaimana dimandatkan oleh MK," katanya.