Tembakau dan Narkotika Disetarakan di RUU Kesehatan, Beberapa Fraksi DPR Ingin Pasalnya Dicabut
sejumlah fraksi di DPR menolak pasal yang menyamaratakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika dalam RUU Kesehatan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, mengungkapkan sejumlah fraksi di DPR menolak pasal yang menyamaratakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan.
"Jadi ada beberapa pandangan fraksi-fraksi yang menginginkan agar pasal soal tembakau itu dicabut dari RUU Kesehatan. Ada juga pandangan yang menginginkan pengaturannya kembali ke Undang Undang Kesehatan yang ada,” ujar Yahya dalam keterangannya, Jumat (9/6/2023).
Menurutnya, pembahasan di Panitia Kerja (Panja) Komisi IX untuk RUU Kesehatan belum sampai pada Pasal 154 sampai 158 yang membahas tentang tembakau.
Namun penolakannya sudah terjadi, terutama untuk Pasal 154 yang menyetarakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.
”Saya sendiri tidak setuju jika tembakau disamakan dengan narkotika, karena adiksinya kan berbeda. Kalau narkoba kan barang haram. Sedangkan tembakau kan halal dan legal,” ujar Yahya.
Baca juga: Serikat Pekerja Rokok Minta Aturan Soal Tembakau Dikeluarkan dari RUU Kesehatan
Politisi dari partai Golkar ini menilai kontribusi tembakau kepada perekonomian negara terbilang signifikan.
Setidaknya nilainya sudah lebih dari Rp200 triliun pada 2022 melalui cukai rokok saja.
”Sekarang sudah Rp218 triliun. Itu cukainya dan diharapkan naik terus itu, sedangkan pekerja yang terlibat dalam industri rokok itu 6 juta orang, baik langsung maupun tidak langsung. Jadi posisi tembakau sangat berbeda. Sumbangsihnya kepada negara sangat besar,” tutur Yahya.
Dari situasi itu saja menurutnya sudah tidak bisa disamakan dengan narkotika dan juga minuman beralkohol.
"Saya menghendaki agar pasal itu dicabut saja. Apalagi Jawa Timur adalah kontributor terbesar. IHT (Industri Hasil Tembakau) di Jawa Timur itu kontribusinya 60 persen. Kalau tembakau disamakan dengan narkotika, bisa sangat merugikan. Padahal yang satunya halal, yang satunya haram. Itu tidak boleh. Yang satunya legal, yang satunya ilegal,” pungkas Yahya. .