TePI Soroti Kekosongan Hukum yang Mengatur Cawe-cawe Presiden Dalam Pemilu
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeiry Sumampouw menyebut ada kekosongan hukum yang mengatur presiden dalam Pemilu.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
- Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw menyebut ada kekosongan hukum yang mengatur presiden dalam Pemilu.
Hal tersebut menyikapi soal cawe-cawe Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024.
Hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Karena ini kan masa bukan kampanye. Belum ada peserta pemilu. Ini yang tidak dijelaskan sehingga membuat kita bingung semuanya, isunya juga bisa liar ke mana-mana karena presiden tidak menjelaskan dia mau cawe-cawe untuk apa?” kata Jeirry dalam diskusi yang digelar Para Syndicate, Jakarta Selatan, Senin (12/6/2023).
Akibatnya, kata Jeirry yang terjadi adalah politisasi terkait pernyataan presiden tersebut.
“Akibatnya adalah ini wacana atau isu, dipolitisir sedemikian rupa,” ujarnya.
Jeirry menegaskan bahwa Jokowi bisa cawe-cawe jika ada ancaman terhadap pelaksanaan Pemilu 2024.
“Kalau pemilu terancam tidak bisa terlaksana, itu presiden bisa cawe-cawe. Karena dia punya kewenangan, urusan pemilu ini adalah urusan dia juga, yaitu menyelesaikan periodenya,” kata Jeirry.
Sebagai informasi, cawe-cawe yang dilakukan Jokowi pertama kali terungkap saat pertemuan dengan para pemimpin redaksi (Pemred) media massa.
Pihak istana pun membenarkan adanya cawe-cawe.
Ditegaskan bahwa cawe-cawe Jokowi dimaksudkan agar Pemilu 2024 berjalan dengan demokratis.
Selain itu, cawe-cawe juga dimaksudkan agar presiden selanjutnya dapat meneruskan kebijakan-kebijakan Jokowi.
"Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan IKN, hilirisasi, transisi energi bersih," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, Senin, (29/5/2023).