Hakim Arief Hidayat Usulkan Sistem Proporsional Terbuka Terbatas Diterapkan pada 2029
Menurutnya, perubahan pendirian dan posisi Mahkamah bukanlah menunjukkan inkonsistensi Mahkamah terhadap putusannya sendiri.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu.
Menurutnya, perubahan pendirian dan posisi Mahkamah bukanlah menunjukkan inkonsistensi Mahkamah terhadap putusannya sendiri.
Namun, lanjut dia, perubahan yang dimaksud merupakan upaya Mahkamah agar hukum itu dapat memenuhi kebutuhan manusia dan agar mewujudkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang hidup (the living constitution), adaptif, dan peka terhadap perkembangan zaman dan perubahan masyarakat.
"Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah ada tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan pemilu dengan sistem usulan saya, sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029," kata Arief di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (15/6/2023).
"Menimbang dari keseluruhan uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian dan oleh karenanya harus dikabulkan sebagian," sambung dia.
Menurutnya, isu hukum mengenai sistem pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka.
Baca juga: Dissenting Opinion, Hakim Arief Hidayat Usul Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas
Namun, kata dia, tidak berarti hal tersebut menghalangi Mahkamah untuk menilai konstitusionalitasnya.
Oleh karena itu, menurutnya kebijakan hukum terbuka dapat dinilai konstitusionalitasnya apabila bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, meruoakan penyalahgunaan wewenang (detournement se pouvoir), dilakukan dengan sewenang-wenang dan bertentangan dengan UUD 1945.
Setelah lima kali menyelenggarakan Pemilu, menurutnya diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.
"Peralihan sistem Pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan," kata Arief.
Sistem Proporsional Tertutup Ditolak
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).