Informasinya Soal Putusan MK Terkait Sistem Pemilu Meleset, Denny Indrayana: Ya, Alhamdulillah
Putusan MK itu artinya berbeda dengan rumor yang disebar Denny Indrayana. Lalu apa tanggapan Denny Indrayana?
Editor: Malvyandie Haryadi
Selain itu, MK juga tengah mempertimbangkan untuk mengirimkan surat ke organisasi advokat di Australia. Sebab, Denny Indrayana juga terdaftar sebagai advokat di negeri kanguru itu.
"Kita juga sedang berpikir bersurat ke Australia karena beliau juga terdaftar sebagai advokat di sana," ucap Saldi Isra.
Kendati demikian, MK tidak akan melaporkan Denny Indrayana ke Polisi. Hal itu diputuskan setelah mendengar adanya pihak lain yang telah melaporkan eks Wamenkumham itu.
Namun, Saldi Isra menegaskan, MK siap kooperatif membantu aparat penegak hukum jika keteranban dari lembaganya diperlukan
"Memang ada diskusi perlu enggak kita melaporkan ke polisi, ke penegak hukum? Ya kami di MK mengambil sikap tidak sejauh itu," kata Hakim MK itu.
"Kita berharap kalau ini dianggap serius oleh polisi, laporan itu ditangani sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang objektif," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Saldi Isra menyatakan, putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu diputus oleh delapan hakim kontitusi.
MK turut membantah isu kebocoran yang disampaikan oleh Denny Indrayana pada 28 Mei. Terlebih, dalam cuitannya mantan Wamenkumham itu menyatakan putusan itu dengan posisi enam hakim setuju dan tiga hakim dissenting opinion.
"Dengan fakta sidang hari ini, kami perlu menjelaskan ini, bahwa pendapat itu merugikan kami secara institusi karena seolah-olah kami membahas itu dan itu bocor keluar dan diketahui pihak luar," kata Saldi Isra.
Pernyataan Denny pada bulan Mei soal telah adanya putusan pun dibantah oleh Saldi Isra. Sebab, ketika itu majelis hakim konstitusi belum melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Selain itu, lanjut dia, ketika RPH dilakukan pada 7 Juni lalu, hanya dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Sebab, satu hakim tengah dinas ke luar negeri.
"Putusan itu baru terjadi tanggal 7. Sebelum itu belum ada putusan. Ini sekaligus mengoreksi karena orang bilang putusan itu sudah sejak berbulan-bulan lalu. Kami ingin mengatakan tidak benar sejak cuitan itu ada," papar Saldi Isra.
"Kalau dalam unggahan itu, posisi hakimnya 6:3 tidak benarkan? posisi hakim hari ini itu ternyata 7:1, Jadi RPH mengambilan keputusan itu hanya diikuti delapan hakim konstitusi," jelasnya.