Catatan Perludem Pasca-Putusan Sistem Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi
Titi melanjutkan yang kedua itu bagaimana memastikan kerja-kerja penyelenggaraan pemilu berkeadilan termasuk bagi para petugas pelaksana lapangan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem proporsional Pemilu 2024 yang tetap terbuka.
Titi menilai banyak pekerjaan rumah dari penyelenggaraan pemilu yang harus dikawal.
"Kita akan masuk kepada pemilu 2024. Saya sendiri beranggapan pasca putusan MK ini kita punya banyak pekerjaan rumah. Pertama dalam mengawal kerja-kerja penyelenggara pemilu agar mampu mengurai tantangan teknis dan kompleksitas pemilu," kata Titi di akun YouTube pribadinya dikutip Jumat (16/6/2023).
Sehingga kata Titi, bisa lebih mampu beradaptasi dengan kemudahan bagi pemilih dalam memberikan suara. Agar bisa mengurangi tingginya suara tidak sah pada Pemilu 2019 berjumlah 17,5 juta suara atau setara dengan 11,2 persen dari angka pengguna hak pilih.
"Supaya lebih ditekan lagi (Suara tidak sah) dan lebih kecil lagi sehingga pemilih yang datang ke TPS itu betul-betul paham dan mengerti. Bagaimana cara menggunakan hak pilih yang benar atau yang sah," jelasnya.
Titi melanjutkan yang kedua itu bagaimana memastikan kerja-kerja penyelenggaraan pemilu berkeadilan termasuk bagi para petugas pelaksana lapangan.
Baca juga: Tim Hukum Puji Mahkamah Konstitusi Tak Laporkan Denny Indrayana ke Polisi Soal Putusan Pemilu 2024
"Tahun 2019 Ada 894 petugas meninggal dunia, 5.175 yang sakit karena akses kelelahan melaksanakan pemungutan penghitungan suara yang memicu sakit atau komorbid. Tahun 2024 jangan sampai terjadi lagi," harap Titi.
Kemudian dikatakan Titi pekerjaan-pekerjaan rumah lain juga penting bagi KPU. Bagaimana memastikan misalnya kualitas dan kredibilitas daftar pemilih kita, akses informasi pemilih terhadap rekam jejak caleg.
"Termasuk juga kita harus kawal regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh KPU supaya tidak melemahkan praktik demokrasi. Kita sudah kecolongan soal peraturan KPU tentang keterwakilan perempuan, pelaporan dana kampanye, lalu juga pengurangan atau distorsi terhadap persyaratan pencalonan mantan terpidana yang berbeda dengan apa yang diatur dalam putusan MK," tutupnya.