Pembahasan RUU TNI Diminta Disetop, Dikhawatirkan Bisa Jadi Political Bargaining Jelang Pemilu 2024
Al Araf mengaku khawatir pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dilakukan menjelang Pemilu 2024.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengaku khawatir pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dilakukan menjelang Pemilu 2024.
Ia mengatakan hal tersebut karena RUU yang saat ini diketahui masih berbentuk usulan dari Babinkum TNI dan belum disetujui oleh Panglima TNI tersebut bisa menjadi political bargaining.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk Involusi Sektor Pertahanan: Problematika RUU TNI, Komando Teritorial, Peradilan Militer, dan Tugas Non-Militer di Sadjoe Cafe & Resto Jakarta pada Jumat (16/6/2023).
"Saya khawatir kalau RUU ini dilakukan pembahasan menjelang pertarungan politik pemilu. Karena ini bisa menjadi political bargaining kepada otoritas sipil, bahwa 'you sahkan ini or gue nggak dukung ente' katanya. Oleh karenanya nggak pantas dibahas dalam kontestasi politik pemilu 2024 karena dia bisa menjadi proses pertarungan bargaining politik dalam konstruksi itu," kata Al Araf.
"Sehingga menurut saya ini harus dihentikan pembahasan dan rencana pengesahan RUU TNI di masa-masa proses politik ini. Karena menurut saya sangat tidak pantas dan secara RUU sangat berbahaya. Jadi setop sudah pembahasan RUU TNI," sambung dia.
Baca juga: Revisi UU TNI Kembali Disorot, Kelompok Masyarakat Sipil Khawatir Jadi Kemunduran Demokrasi
Terkait itu, ia menyoroti sejumlah pasal dalam materi presentasi Babinkum TNI yang memuat usulan-usulan perubahan terhadap sejumlah pasal yang beredar beberapa waktu lalu.
Satu di antaranya adalah pasal terkait perluasan fungsi TNI sebagai alat pertahanan menjadi alat pertahanan dan keamanan.
Dalam draf, hal tersebut termuat di bagian Kedudukan TNI dan Hubungan Kelembagaan pada pasal 3 ayat (1).
Al Araf mengatakan perluasan fungsi TNI menjadi pertahanan dan keamanan pernah terjadi pada masa Orde Baru.
Akhirnya, kata dia, atas nama stabilitas keamanan militer bergerak untuk menghadapi kelompok-kelompok yang dianggap tidak memberikan rasa aman buat negara.
Sehingga, kata dia, atas nama keamanan negara, tindakan ilegal seperti penculikan, penangkapan sewenang-wenang bisa dilakukan.
Menurutnya, hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya militer bukanlah aparat penegak hukum dan bukan bagian dari criminal justice system.
Apabila RUU TNI dengan konsep yang saat ini beredar dibahas dan disahkan, kata dia, maka kotak pandora untuk kembali ke rezim politik yang buruk dapat terjadi.
"Rancangan UU TNI membuka pintu masuk kotak pandora kita ke dalam ruang itu lagi kalau dibahas dan disahkan oleh DPR. Karena itu mengawal Rancangan Undang-Undang TNI menjadi sangat penting," kata Al Araf.
"Karena kalau itu goal, draf RUU TNI dengan draf yang ada sekarang, maka kotak pandora dan pintu masuk ke dalam rezim politik yang buruk akan bisa terjadi," sambung dia.