Fakta-fakta Penting Jet Tempur Mirage 2000: Pernah Tembak Jatuh F-16 Turki, Segera Perkuat TNI AU
Berikut sejumlah fakta menarik tentang jet tempur buatan Perancis Mirage 2000 dan alasan Indonesia membelinya.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berikut ini adalah fakta-fakta menarik seputar jet tempur Mirage 2000 yang dibeli Indonesia. Benarkah hanya sekadar jet tempur "jompo" yang tidak berguna?
Seperti diberitakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI memutuskan membeli pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar untuk menutup gap kesiapan tempur TNI Angkatan Udara (AU).
Keputusan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenhan, untuk membeli jet tempur Mirage 2000 menimbulkan polemik.
Sebagian di antara mereka mengkritik tajam kebijakan Prabowo mengakuisisi pesawat bekas dari Qatar ini.
Mereka menilai, pesawat Mirage 2000 sudah terlalu usang, ketinggalan zaman, dan hanya menghambur-hamburkan uang, karena Indonesia tidak sedang berperang.
Benarkah demikian? Berikut sejumlah fakta menarik tentang jet tempur buatan Perancis Mirage 2000 dan alasan Indonesia membelinya.
1. Spesifikasi
Jet tempur ini merupakan jenis pesawat multirole dan pertama kali digunakan Angkatan Udara Perancis pada 1984.
Pesawat memiliki lebar sayap 9,13 meter dan panjang 14,36 meter, serta mampu melaju dengan kecepatan maksimal 2,2 mach atau sekitar 2.333 km/jam.
Mirage 2000-5 yang mampu mengudara di ketinggian maksimal 50.000, ditenagai mesin turbofan Snecma M53.
Pesawat single dan double seat ini telah digunakan Angkatan Udara berbagai negara, antara lain Brasil, UEA, Mesir, Yunani, Peru hingga Qatar.
Mirage 2000-5 ini memiliki kemampuan melakukan menembak udara ke darat dan udara ke udara, dengan radar yang digunakan adalah RDY.
Baca juga: Prabowo: Jet Tempur Mirage 2000-5 yang Dibeli dari Qatar Masih Bagus & Bisa Dipakai hingga 20 Tahun
Pesawat ini dapat menembakkan rudal MBDA Super 530D atau rudal udara ke udara MBDA Sky Flash sebagai alternatif dari rudal MICA.
Pesawat ini juga memiliki kemampuan "menggendong" rudal antikapal exocet yang membuat TNI AU memiliki kemampuan "maritime strike" alias menghancurkan kapal perang musuh.
2. Pernah tembak jatuh F-16 Turki
Meski tak seterkenal F-15 dan F-18 Amerika Serikat dalam duel di udara, Mirage 2000 pernah menorehkan catatan gemilang saat pertarungan 1 vs 1 di udara.
Peristiwa yang melibatkan Mirage 2000 terjadi pada bulan Oktober 1996.
Pada saat itu situasi perbatasan antara Yunani dan Turki sedang memanas akibat sengketa perbatasan di daerah Imia/Kardak.
Pada tanggal Oktober 1996 dalam sebuah insiden di wilayah perbatasan, Mirage 2000 milik AU Yunani menembak sebuah F-16D milik AU Turki.
Peristiwa ini sempat ditutup-tutupi mengingat Turki dan Yunani sama-sama anggotan NATO dan pesawat F-16 tersebut dilaporkan jatuh karena kerusakan mesin.
Namun akhirnya seorang mantan perwira AU Turki mengaku kepada media massa bahwa F-16 tersebut jatuh diitembak oleh Mirage 2000.
3. Kenapa Indonesia membeli Mirage 2000 bekas, bukan pesawat yang baru?
Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto meyakini pembelian 12 pesawat jet Mirage 2000-5 bekas dari Qatar mampu manangkal penurunan kekuatan pertahanan RI.
Menhan Prabowo mengungkapkan sudah banyak jet tempur Indonesia yang sudah tua.
Prabowo menuturkan bahwa Indonesia harus tetap membangun kekuatan pertahanan untuk menangkal masalah banyaknya jet tempur RI yang sudah masuk habis masa pakai atau pensiun.
"Ya jadi sebagaimana diketahui kita harus bangun kekuatan pertahanan kita, diterent kita, kekuatan penangkal, dan saat ini banyak sekali pesawat kita yang sudah tua dan harus kita refurbished. Kita sedang perbaiki," kata Prabowo di Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/6/2023).
Prabowo menuturkan pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar dinilai paling relevan.
Sebab, pengadaan pesawat baru justru membutuhkan waktu pengiriman yang cukup lama.
Misalnya, kata dia, pengadaan pesawat Dassault Rafale dan F-15 Super Eagle sebanyak tiga unit baru yang baru akan datang tiga tahun mendatang atau Januari 2026.
"Kita akan beli pesawat-pesawat yang baru, modern, sudah kita kontrak, sudah kita pesen Rafale dari Perancis. Tapi kita tanda tangan baru berapa minggu yang lalu, beberapa bulan (yang lalu), datangnya nanti yang pertama itu 3 tahun lagi, paling cepat," ucapnya.
"Nah dengan gitu kita lihat yang mana, kita lihat yang potensial adalah Mirage 2000-5," sambungnya.
4. Apa pentingnya mengakuisisi jet tempur bekas, kenapa tidak menunggu kedatangan jet tempur Rafale pada 2026?
Kepala Biro Humas Kemhan, Brigjen Edwin Adrian Sumantha mengungkapkan, saat ini banyak alutsista TNI AU berupa pesawat tempur sudah masuk dalam fase habis masa pakainya misalnya pesawat F-5 Tiger.
Sampai dengan saat ini, kata dia, rencana penggantian pesawat F-5 Tiger berupa pesawat SU-35 Sukhoi terkendala dengan ancaman sanksi CATSA dan OPAC List dari pihak Amerika Serikat.
Sementara itu, lanjut dia, pesawat Hawk 100/200 juga sudah akan masuk pada fase habis masa pakai.
Oleh karena itu, kata dia, dibutuhkan penambahan alutsista berupa pesawat tempur untuk mengganti pesawat-pesawat yang sudah habis masa pakainya.
"Untuk meningkatkan kemampuan tempur TNI AU Kemhan RI memiliki rencana upgrade dan Overhaul/repair pada pesawat SU-27/30, Hawk 100/200 dan F-16," kata Edwin.
"Hal ini sesuai dengan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 tanggal 17 Mei 2023 tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan," kata dia.
Namun, lanjut dia, pelaksanaan Upgrade dan Overhaul/repair pesawat SU-27/30, Hawk 100/200 dan F-16 tersebut akan menyebabkan penurunan kesiapan pesawat tempur TNI AU.
Selain pelaksanaan upgrade dan Overhaul/repair pada pesawat SU-27/30, Hawk 100/200 dan F-16, kata dia, juga terdapat pembelian alutsista berupa pesawat baru seperti pesawat Dassault Rafale dan F-15 Super Eagle.
Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 tanggal 17 Mei 2023 tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan.
Berdasarkan kontrak, kata Edwin, dinyatakan bahwa kedatangan tiga pesawat Rafale pertama baru akan terlaksana pada bulan Januari 2026.
Sementara itu, lanjut dia, kontrak pesawat F-15 masih dalam tahap pembahasan Letter of Offer and Acceptance oleh Pemerintah Amerika Serikat pembelian pesawat F-15 dengan skema FMS (Foreign Military Sales).
Kemhan RI melaksanakan pengadaan pesawat Mirage 2000-5 Ex Qatari Air Force, kata dia, karena Indonesia membutuhkan Alutsista pesawat tempur yang bisa melaksanakan delivery secara cepat untuk menutupi penurunan kesiapan tempur TNI AU.
Penurunan kesiapan tempur TNI AU tersebut, kata dia, disebabkan oleh banyaknya pesawat tempur TNI AU yang habis masa pakainya, banyaknya pesawat yang akan melaksanakan upgrade, overhaul/repair dan masih lamanya delivery pesawat pesanan pengadaan baru.
Dengan kondisi tersebut, kata Edwin, pembelian pesawat Mirage 2000-5 Ex Qatari Air Force dinilai merupakan langkah yang tepat guna memenuhi kesiapan pesawat tempur TNI AU.
5. Pengamat: Keputusan membeli Mirage 2000 sudah tepat
Pengamat militer Apep Agustiawan menilai, anggaran yang dikeluarkan untuk mengakuisisi jet tempur Mirage 2000 tersebut tergolong kecil mengingat kondisi alutsista Indonesia yang memprihatinkan dan kebutuhan mendesak serta penggunaan yang mencapai jangka panjang.
Diutarakannya, dengan menambah kekuatan 12 pesawat Mirage 2000 -5, seharga Rp4,7 triliun dan dukungan perawatan, pelatihan dan fasilitas Rp7,1 triliun.
Jika membeli unit baru maka RI hanya mendapatkan sekitar dua hingga tiga pesawat saja.
"Angkanya masih sangat ideal. Terlebih jika kita melihat betapa pentingnya kebutuhan kemanan dan fungsionalnya. Selain itu penting untuk menjaga kekosongan kekuatan negara di angkasa dalam rangka menjaga ekonomi (PDB) Rp19.558 triliun, dimana membutuhkan rasa aman," katanya dalam keterangan resminya.
"Termasuk juga potensi negara ini bisa mencapai Rp24 ribu triliun (pertahun) jika hitung potensinya menghasilkan antara Rp300 ribu untuk laut dan Rp500 ribu rata-rata permeter per bulan. Sehingga kalau kita berbicara kemerdekaan dan kedaulatan negara, maka tidak ternilai harganya. Dengan perhitungan minimal jika petani punya 1 hektar = 10.000 m2 = pendapatan mereka adalah Rp 5 juta perbulan (lebih tinggi dari UMR) atau Rp500 ribu per meter," paparnya.
Adapun pembelian alutsista yang dilakukan merupakan strategi yang tepat dan sesuai konstitusi.
Pembelian alutsista merupakan bentuk nyata Kemhan dalam melaksanakan fungsi untuk pembangunan kekuatan TNI.
"Bahkan fungsi ini merupakan amanah UUD NRI 1945 yang menyatakan tujuan nasional pertama adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta tujuan nasional keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia."
"Pembelian pesawat tempur dari berbagai negara merupakan langkah tepat untuk mengimplementasikan balancing of power pada tataran regional dan global. Selain itu, pembelian alutsista termasuk pesawat tempur dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB dinilai memiliki dampak penangkalan yang tinggi," katanya.
Pasalnya, menurut dia, tidak semua negara bisa membeli meskipun anggarannya memadai.
Urgensi pembelian pesawat tempur sangat dipengaruhi dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini.
"Pembelian alutsista tidak bisa disamakan dengan pembelian barang-barang umum. Butuh proses dan waktu yang lama. Ditambah tingkat kepercayaan yang tinggi dari negara penjual kepada negara pembeli," pungkasnya.