Fraksi Demokrat dan PKS Tolak Disahkannya RUU Kesehatan jadi Undang-undang, Ini Alasannya
Alasan Fraksi Demokrat dan PKS menolak disahkannya RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Penulis: Rifqah
Editor: Nanda Lusiana Saputri
"Karena pembahasan yang terkesan tergesa-gesa ini juga mengakibatkan tidak tercapainya meaningfull participation," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa.
Fraksi PKS juga mempertimbangkan beberapa catatan dari Bappenas yang menyebutkan bahwa ada sembilan dari sepuluh prioritas kesehatan yang tidak tercapai.
Hal tersebut termasuk angka stunting di Indonesia yang masih tinggi, yakni berada di angka 21 persen.
Kemudian juga angka kematian ibu dan bayi yang juga masih menjadi masalah nasional di Indonesia.
"Oleh karena itu, Fraksi PKS bependapat ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran Mandatory Spending kesehatan dalam RUU Kesehatan merupakan sebuah kemunduruan bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat Indonesia," kata Netty.
Baca juga: CISDI: Pengesahan RUU Kesehatan Terburu-buru dan Tidak Transparan
Disebutkan, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 sebelumnya, mengatur alokasi dana pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebesar masing-masing lima persen.
Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari wkatu ke waktu karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang.
Fraksi PKS berpendapat, bahwa Mandatory Spending untuk menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup.
"Dengan adanya Mandatory Spending, maka jaminan anggaran kesehatan dapat teralokasi secara adil dalam rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat," ucap Netty.
Oleh karena itu, Fraksi PKS memandang Mandatory Spending adalah ruh dan bagian terpenting dalam RUU Kesehatan.
Fraksi PKS menginginkan terwujudnya kesehatan murah, kerja murah bagi masyarakat Indonesia, sehingga aturan yang dihadirkan harus berpihak kepada masyarakat luas dan bukan kepada pemilik modal.
Nakes Nilai DPR Semaunya Sendiri
Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tangerang Selatan, Panji Utomo menilai DPR semaunya sendiri ketika mengesahkan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Lantaran, menurut Panji dibandingkan dengan jumlah anggota DPR dalam satu komisi, lebih banyak gabungan dokter dan perawat di Indonesia.