Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU Kesehatan Disahkan Jadi UU, PPNI: Pemerintah dan DPR Tak Aspiratif Terhadap Usulan-usulan Kita

Harif kemudian mengungkapkan, langkah selanjutnya yang akan ditempuh PPNI bersama organisasi profesi nakes lainnya.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in RUU Kesehatan Disahkan Jadi UU, PPNI: Pemerintah dan DPR Tak Aspiratif Terhadap Usulan-usulan Kita
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah dalam aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Selasa (11/7/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyesalkan hasil rapat paripurna DPR RI, yang mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.

Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah mengatakan, pengesahan RUU Kesehatan itu membuktikan pemerintah dan DPR tidak aspiratif terhadap usulan-usulan yang telah disampaikan para tenaga kesehatan (nakes).

"Ya kita sangat sesalkan itu disahkan, karena membuktikan bahwa pemerintah dan DPR yang tidak aspiratif terhadap usulan-usulan kita," kata Harif, saat dihubungi, Rabu (12/7/2023).

Harif kemudian mengungkapkan, langkah selanjutnya yang akan ditempuh PPNI bersama organisasi profesi nakes lainnya.

Diketahui, keempatnya yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),

Pertama, katanya, yakni mendapatkan substansi RUU Kesehatan yang telah disahkan itu.

Berita Rekomendasi

"Sampai sekarang kan kita belum dapat nih. Mungkin juga paling 2 mingguan, karena dia harus masuk lembar negara dulu. Setelah itu kan ditandatangan presiden. Nah baru itu adalah barang yang sudah jadinya," jelas Harif.

Baca juga: PPNI Harap Suara Anggotanya di Pemilu 2024 Diberikan Kepada Fraksi Komisi IX DPR Tolak RUU Kesehatan

Sebab, Harif menjelaskan, PPNI dan empat organisasi lainnya itu tak mendapatkan banyak informasi sebelumnya soal substansi RUU tersebut.

"Cuma kan rumor yang didiskusikan oleh DPR, oleh pemerintah adalah kan poin-poin yang kaitannya dengan yang disampaikan itu yang menurut kami, dalam perspektif kita itu memandangnya yang perlu kita kritisi," ucap Harif.

Harif mengatakan, jika substansi dari RUU Kesehatan yang telah disahkan itu telah diterima dan dipelajari pihaknya, tak menutup kemungkinan bakal diajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tentu langkah-langkah berikutnya setelah substansinya kita tahu, opsi yang realistis ya kita coba lakukan langkah hukum, misalnya judicial review," katanya.

Tak hanya itu, Harif menuturkan, aksi unjuk rasa dari para nakes juga tetap dilakukan.

Hal itu, jelasnya, untuk menggambarkan bahwa RUU Kesehatan yang telah disahkan ini memiliki potensi masalah.

"Tentu masih tetap kita konsolidasikan untuk aksi-aksi yang lainnya untuk memberikan gambaran bahwa RUU ini atau Undang Undang ini punya potensi masalah. Sehingga nanti pada saat pembuatan peraturan pelaksanaannya tidak serampangan," tutur Harif.

Diberitakan sebelumnya, DPR RI bersama pemerintah resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang pada Selasa (11/7/2023) hari ini.

Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa sidang V tahun 2022-2023 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Rapat itu dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel.

Sebelum mengesahkan, Puan terlebih dahulu menanyakan persetujuan kepada setiap fraksi yang hadir dalam rapat tersebut.

"Apakah Rancangan Undang-Undang Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan kepada peserta sidang, Selasa, dikutip dari youTube DPR RI.

Para peserta yang hadir pun menyatakan setuju untuk RUU kesehatan disahkan menjadi undang-undang.

"Setuju," jawab peserta sidang.

Setelah disahkan, Puan kemudian memeberikan kesempatan untuk Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Rapat paripurna ini melibatkan sebanyak 302 dari 575 anggota Dewan.

Sebanyak 105 anggota Dewan diantaranya hadir secara fisik dan izin sebanyak 197 anggota.

Sementara itu Puan tak menyebut berapa jumlah anggota Dewan yang hadir secara virtual.

Ditolak Dua Fraksi PKS dan Demokrat

Sebelumnya, Komisi IX DPR RI menyepakati RUU Kesehatan untuk dibawa ke pembicaraan Tingkat II atau Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Persetujuan itu diambil dalam rapat kerja pengambilan keputusan Tingkat I yang digelar Komisi IX DPR, Senin (19/6/2023).

Dari total sembilan fraksi, sebanyak enam fraksi antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PAN menyetujui secara penuh pengesahan RUU Kesehatan.

Kemudian satu fraksi lain yaitu NasDem menyetujui dengan catatan.

Sementara Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan.

Ketua Panja RUU Kesehatan Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades mengatakan, RUU Kesehatan ini terdiri atas 20 bab dan 458 pasal.

"Terdiri dari 20 bab dan akhrinya menjadi 458 pasal," katanya saat rapat pengesahan RUU Kesehatan, Selasa.

Didemo Dokter hingga Nakes

Di sisi lain, sejumlah elemen tenaga kesehatan menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Kesehatan di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).

Aksi demonstrasi tolak RUU Kesehatan ini diikuti lima organisasi profesi, yakni Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Kemudian Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Tak hanya itu sejumlah mahasiswa juga turut berpartisipasi menolak RUU Kesehatan.

Dikutip dari tayangan youTube Tribunnews.com, terlihat pedemo sempat melemparkan sejumlah air minum ke dalam halaman depan gedung DPR.

Kemudian terlihat juga massa aksi membawa sejumlah spanduk penolakan RUU Kesehatan.

Adapun poster tersebut di antaranya bertuliskan stop pembahasan RUU Kesehatan, ancaman kriminalisasi medis dan tenaga kesehatan.

RUU ini ditolak karena dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dari organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, sampai apoteker.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas