Usulan Tunda Pilkada Tidak Tepat, Berdampak Pada Makin Panjang Masa Kepemimpinan Penjabat
Perkumpulan Pemilu untuk Demokrat (Perludem) menyebutkan usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI soal penundaan Pilkada 2024 tidak tepat.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menyebutkan usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI soal penundaan Pilkada 2024 tidak tepat.
"Kalau menurut saya ini usulan yang tidak pas. Apa yang mendasari usulan ini," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, saat dihubungi, Jumat (14/7/2023).
Jika pilkada tetap ditunda, hal ini akan berdampak pada beberapa penjabat daerah yang masa jabatannya semakin lama.
"Kita tahu bahwa sekarang ada daerah-daerah yang diisi oleh penjabat karena di 2022 dan 2023 tidak diselenggarakan pilkada. Sehingga konsekuensinya diisi oleh penjabat dan penjabat ini masa jabatannya pun panjang," jelas Ninis, sapaan akrabnya.
"Ada yang hampir dua tahun. Kalau pilkada ditunda maka semakin lama juga daerah dipimpin oleh penjabat," sambungnya.
Ninis juga menuturkan ihwal Undang-Undang (UU) Pilkada yang disahkan pada tahun 2016. Kala itu sudah disebutkan ihwal pilkada serentak akan diselenggarakan pada 2024.
Sehingga alasan Bawaslu soal pilkada yang juga terdampak dari sisi keamanan, harusnya sudah dipersiapkan dan diprediksi.
"Artinya jadwal ini sudah diketahui sejak 2016 yang lalu, jadi soal kemanan harusnya sudah bisa dipersiapkan dan diprediksi," ujarnya.
"Apalagi Bawaslu pun bikin indeks kerawanan pemilu, jadi harusnya sudah punya pemetaan soal keamanan," Ninis menambahkan.
Sebagaimana diketahui, Bawaslu mengusulkan opsi untuk menunda Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja merasa potensi permasalahan terbesar dan paling banyak biasanya dalam gelaran Pilkada 2024.
Pilkada 2024 menurutnya sangat rawan dengan berbagai permasalahan, mulai dari pelaksanannya yang mengalami irisan tahapan dengan Pemilu 2024 hingga kesiapan menjaga keamanan dan ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam keterangannya, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya.
Bagja mencontohkan seperti pilkada di Makassar, saat ada gangguan kemanan, maka dapat dilakukan pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain.
Namun Pilkada 2024, menurutnya bakal sulit keadaan serupa untuk diterapkan. Sebab penjagaan akan terfokus di daerah masing-masing.
"Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," tandasnya.
Baca juga: Bawaslu RI Usul Tunda Pilkada, Komisi II DPR: Mengada-ada
Usulan opsi ini disampaikan Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dalam rapat itu Bagja menjelaskan potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu Serentak 2024 dan Pemilihan (Pilkada) Serentak 2024. Dia menuturkan potensi permasalahan pada tiga aspek, yakni dari penyelenggara; peserta pemilu (pemilihan); dan pemilih.