PPDB Sistem Zonasi Bermasalah, Jokowi: Jangan Semua Dibawa ke Presiden
Permasalahan di lapangan memang selalu ada, dan harus diselesaikan dengan baik di lapangan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem zonasi menjadi sorotan setelah terjadi sejumlah permasalahan di sejumlah wilayah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, permasalahan di lapangan memang selalu ada, dan harus diselesaikan dengan baik di lapangan.
"Masalah lapangan selalu ada, di semua kota kabupaten, maupun provinsi, ada semuanya. Jadi yang paling penting diselesaikan baik-baik di lapangan," kata Jokowi usai meresmikan Jalan Tol di Bengkulu, Kamis, (20/7/2023).
Baca juga: Orangtua Siswa Kaget Nama Anaknya Hilang di PPDB: Padahal Juara 3 Pekan Olahraga Tradisional Daerah
Menurut Presiden persoalan-persoalan di lapangan tersebut menjadi ramah kepala daerah mulai dari Gubernur, Bupati atau Wali Kota.
Jokowi mengatakan jangan semua masalah di lapangan di bawa ke Presiden.
"Bahwa masalah kecil-kecil banyak di lapangan. Itu persoalannya bupati, persoalannya wali kota, persoalannya gubernur, jangan semuanya ke presiden," katanya.
Yang paling penting kata Presiden Jokowi anak-anak harus diberikan peluang seluas-luasnya untuk mendapatkan pendidikan yang baik.
"Anak-anak kita harus diberikan peluang seluas-luasnya untuk memiliki pendidikan yang baik dan setinggi-tingginya," katanya.
Sebelumnya Proses pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mengalami carut marut di sejumlah wilayah. Ditemukan adanya indikasi kecurangan agar calon siswa bisa diterima di sekolah tujuan melalui sistem zonasi.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani meminta pemerintah untuk meninjau kebijakan sistem zonasi PPDB.
Menurut Muzani, kebijakan zonasi PPDB yang diberlakukan memang awalnya bertujuan baik untuk pemerataan sekolah favorit. Namun, implementasi di lapangan justru menimbulkan persoalan.
"Sejak 2017 kebijakan ini dikeluarkan dalam pandangan kami belum ada suatu terobosan kebijakan kementerian pendidikan yang signifikan untuk menyempurnakan kebijakan ini," kata Muzani, Selasa, (11/7/2023).
Muzani mengatakan banyak orang tua didik, masyarakat dan calon siswa yang risau dengan sistem penerimaan karena banyak diwarnai kecurangan. Oleh karena itu ia meminta kebijakan sistem zonasi ditinjau ulang.
"Kalau perlu menurut kami kebijakan ini ditinjau ulang," kata Muzani.
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini menjelaskan, persoalan yang muncul adalah masifnya manipulasi Kartu Keluarga (KK) sebagai salah satu syarat utama untuk mendaftar ke sekolah tujuan. Misalnya, calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua.
Kemudian keterbatasan daya tampung membuat berbagai sekolah negeri tersebut kelebihan calon peserta didik baru (CPDB). Lalu, sekolah kekurangan siswa, jual beli kursi, dan tidak tertampungnya siswa jalur aspirasi dalam satu zonasi di sekolah negeri. Muzani berharap, pemerintah tak ragu untuk menarik kebijakan PPDB ini seperti yang sudah dilakukan sebelumnya terkait ditiadakannya Ujian Nasional (UN).
"PPDB ini maksudnya juga bagus untuk pemerataan sekolah yang lebih baik, tapi menimbulkan ekses dan seterusnya, sampai kemudian calon siswa yang merasa ingin masuk ke sekolah itu dia harus manipulasi data alamat dan seterusnya, ini kan jadi nggak sehat suasana ini. Sebaiknya pemerintah menurut saya nggak usah ragu tarik kembali tarik kebijakan ini untuk dilakukan evaluasi dan dilakukan penyempurnaan," pungkas Muzani.