Ahli Sebut Video Podcast 'Lord Luhut' Telah Diunduh Sebelum Haris dan Fatia Dilaporkan ke Polisi
Forensik (Puslabfor) Polri Herry Priyanto memberi kesaksiannya dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli digital forensik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri Herry Priyanto memberi kesaksiannya dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (24/7/2023).
Dalam sidang hari ini terungkap bahwa file video konten podcast tentang 'Lord Luhut' yang dibawakan oleh terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty telah diunduh sebelum keduanya dilaporkan ke polisi.
Adapun hal itu bermula pada saat kuasa hukum Haris dan Fatia, Mohammad Isnur bertanya mengenai aturan mengenai penyerahan bukti dalam suatu proses hukum.
"Apakah bukti itu didapatkan setelah laporan polisi?," tanya Isnur.
"Seharusnya iya," jawab Herry menimpali.
Selanjutnya Isnur pun bertanya kepada ahli, mengenai siapa sosok yang telah mengunduh video tersebut meski saat itu belum ada laporan polisi yang dilayangkan terhadap Haris dan Fatia.
Sebagai informasi, Haris dan Fatia telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh pihak Luhut pada 22 September 2021 lalu terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan lewat siaran podcast di youtube milik Haris Azhar.
"Saksi diterangkan apa oleh penyidik? Siapa yang download video ini?," tanya Isnur.
Menanggapi pertanyaan Isnur, Herry menuturkan bahwa dirinya tak mendapat penjelasan secara rinci dari pihak penyidik soal hal tersebut.
Herry menjelaskan, bahwa saat itu ia hanya menerima video itu berdasarkan surat permintaan yang tertuang dalam berita acara.
"Jadi permintaannya itu ada di BA (berita acara) sita dan BA bungkus, ada semua disitu pak. Jadi URLnya ada, tindakannya ada," ungkapnya.
Lanjut Herry, dirinya menjelaskan bahwa berdasarkan metadata yang ia lihat video tersebut telah diunduh pada 29 Agustus 2021.
Artinya video itu diunduh lebih dulu ketimbang laporan polisi yang dilayangkan Luhut kepada Haris dan Fatia.
"Berarti didownload sebelum laporan polisi ya," ucap Isnur.
"Iya," saut Herry.
Kemudian dalam proses sidang itu juga diketahui bahwa berita acara penyitaan barang bukti itu terjadi pada tanggal 20 Desember 2021.
Setelah itu Isnur pun bertanya kepada ahli sejak kapan dirinya diminta oleh penyidik melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti tersebut.
"Permintaan penyidik itu 1 Maret 2022," saut Herry.
Baca juga: Ahli Digital Forensik Bareskrim Bersaksi di Sidang Lanjutan Terdakwa Haris dan Fatia di PN Jaktim
Akan tetapi dijelaskan Herry, dirinya baru mendapat barang bukti berupa video itu selang enam hari setelah adanya permintaan penyidik.
"Barang bukti tersebut baru kami terima tanggal 7 Maret 2022," ujar Herry.
Mendengar semua jawaban dari ahli itu, lalu Isnur pun menyimpulkan dan bertanya kepada ahli bahwasanya video itu telah diunduh sebelum adanya laporan ke polisi.
"Bisa gak saya simpulkan, bahwa file ini didownload sebelum laporan polisi?," sebut Isnur.
Mendapat pertanyaan itu, saksi ahli itu justru menolak menjawab hal tersebut dan berdalih bahwa hal itu bukah wewenangnya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Saya bukan ahli untuk itu," ujar Herry.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar telah didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.