BMKG: Kemarau Tahun Ini Diprediksi Jauh Lebih Kering dari Tahun-tahun Sebelumnya
Kepala BMKG Dwikorta mengatakan, kemarau tahun ini diprediksi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan akan adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan imbas fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan.
Situasi ini menurutnya berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.
"Pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera. Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman," ungkap Dwikorita di Jakarta, Jum'at (21/7/2023), dikutip dari laman BMKG.
Meski demikian, di sektor perikanan justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan.
"Di sektor perikanan, perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin, biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan. Peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional," tambah dia.
Dwikorita menyebut, fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
Baca juga: El Nino Mengancam Stok Gula Nasional, Begini Tanggapan GAPPMI
Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, kata dia, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Puncak kemarau kering ini, tambah Dwikorita, diprediksi akan terjadi di bulan Agustus hingga awal bulan September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022.
Sementara itu, Plt Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, kondisi kekeringan ini juga dapat menjadi kondisi yang berujung kepada bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan krisis kabut asap yang tidak hanya berdampak terhadap kualitas lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat.
"Belum lagi, di musim kemarau, udara akan menjadi lebih kering dan banyak debu sehingga juga sangat rentan terhadap penyebaran penyakit," ujarnya.
Ardhasena juga mengingatkan semua pihak untuk menghemat penggunaan air di dalam maupun di luar rumah.
Kemarau kering yang melanda akibat El Nino dan IOD Positif diperkirakan akan membuat debit air sungai maupun sumber mata air mengalami penurunan sehingga dapat berdampak pada ketersediaan dan pasokan air bersih.
"Gunakan bak penampung guna mengantisipasi kelangkaan air. Biasakan matikan kran saat tidak digunakan, atur jadwal menyiram tanaman dan mencuci kendaraan, pakailah air sesuai kebutuhan," pungkasnya.
(Tribunnews.com, Widya)