Soal Korupsi Kepala Basarnas, Ahli Imbau KPK Bersama TNI Bentuk Tim Penyidik & Peradilan Koneksitas
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman memberikan tanggapannya terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman turut menanggapi soal kasus korupsi yang melibatkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.
Menurut Zaenur, KPK harus membangun komunikasi dan kerjasama yang baik dengan Puspom TNI dalam menangani kasus korupsi Kabasarnas ini.
Karena dalam kasus ini pelakunya ada yang berasal dari kalangan sipil dan kalangan militer.
"Tentu ini KPK perlu untuk membangun komunikasi dan kerjasama dengan baik, khususnya dengan Puspom TNI."
"Kenapa? Karena ada pelaku dari kalangan sipil dan ada pelaku dari kalangan militer," kata Zaenur dalam tayangan Program 'Kompas Petang' Kompas TV, Kamis (27/7/2023).
Zaenur menambahkan, dalam kasus ini maka perlu dibentuk tim penyidik koneksitas dan peradilan koneksitas.
Baca juga: Kepala Basarnas Jadi Tersangka KPK, Mahfud MD: Nanti Kita Lihat, KPK yang Akan Buka
Artinya baik tim penyidik maupun peradilannya harus tim gabungan antara KPK dan Puspom TNI.
"Dalam hal ada penyertaan seperti ini, artinya tindak pidana dilakukan bersama-sama antara sipil dan militer. Perlu dibentuk tim penyidik koneksitas dan peradilannya pun harus peradilan koneksitas."
"Artinya dibentuk bersama-sama, tim gabungan antara KPK dan Puspom TNI. Demikian juga nanti Jaksa dari KPK dengan Oditur Militer," terang Zaenur.
Sementara itu menurut KUHAP, terkait tindak pidana bersama-sama antara militer dan sipil, maka peradilannya ditentukan dari kerugian terbesarnya.
Baca juga: Kepala Basarnas Henri Alfiandi Bakal Kooperatif Ikuti Proses Hukum di Lingkungan TNI
Apakah kerugian terbesarnya ada di sipil atau di militer, jika terbesarnya di sipil maka peradilannya dilakukan peradilan sipil.
"Adapun untuk peradilannya, sesuai dengan KUHAP dalam hal dilakukan tindak pidana bersama-sama antara militer dan sipil."
"Maka dilihat kerugian terbesar itu terjadi apakah di militer atau di sipil. Kalau kerugian terbesarnya ada di sipil maka peradilannya adalah peradilan sipil," ungkap Zaenur.
Dalam kasus ini korupsi terjadi di lingkungan Basarnas, artinya kerugian terbesar berada di lingkungan sipil bukan militer.
Baca juga: Kepala Basarnas Henri Alfiandi Sikapi Statusnya Tersangka KPK: Saya Masih Militer Aktif