Partai Buruh Singgung Dissenting Opinion Putusan MK, Imam Nasef: Harusnya UU Cipta Kerja Dibatalkan
menurutnya, DPR dan Pemerintah harus merevisi substansi hukum ketenagakerjaan dalam UU tersebut dan tidak bisa mengusahakannya lagi melalui Perppu
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Partai Buruh Imam Nasef mengingatkan Pemerintah dan DPR soal adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan 91/2020.
Imam menjelaskan, di dalam Putusan MK Nomor 91/2020 yang menyatakan Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat, terdapat dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Ketua Anwar Usman.
Baca juga: Pemerintah Sebut Ahli Tak Bisa Simpulkan Soal UU Cipta Kerja Tak Sesuai Putusan MK 91/2020
"Sebenarnya kalau kita kaitkan dengan putusan 91. Orang-orang ini sering enggak komprehensif juga lho, padahal di putusan 91 itu ada yang dissenting. Nah dissenting itu misalnya Prof Arif sama Pak ketua," kata Imam Nasef, saat ditemui usai menghadiri sidang lanjutan uji formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, di gedung MK, Rabu (2/8/2023).
Ia menjelaskan, dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Ketua Anwar Usman menyatakan, bahwa khusus hukum ketenagakerjaan dalam UU 11/2020 perlu dikabulkan gugatan pembatalannya.
Menurut Imam, Hakim Konstitusi Arief dan Hakim Ketua Anwar berpendapat, ihwal hukum ketenagakerjaan pada UU 11/2020 memang bertentangan dengan konstitusi.
Baca juga: Ahli: UU Cipta Kerja Perlu Dibatalkan Agar MK Jalankan Fungsi Pengawasannya
"Jelas itu, sebenarnya dari sisi substansi Undang-Undang 11/2020, itu khusus untuk ketenagakerjaan itu perlu dikabulkan. ada di situ ada dissentingnya itu," jelas Imam.
"Artinya materi muatan khususnya klaster ketenagakerjaan di Undang-Undang ketenagakerjaan 11/2020 ini kan bertentangan dengan konstitusi, paling tidak menurut Prof Arif dan Pak Anwar Usman," sambungnya.
Imam berpendapat, dissenting opinion dua Hakim Konstitusi tersebut menyatakan, khusus hukum ketenagakerjaan pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dibatalkan.
Sehingga, menurutnya, DPR dan Pemerintah harus merevisi substansi hukum ketenagakerjaan dalam UU tersebut dan tidak bisa mengusahakannya lagi melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2022.
"Oleh karena itu harusnya kan DPR bersama pemerintah melihat enggak bisa dong materi yang sama yang sudah dibatalkan dibuka lagi dengan Perppu maka penting untuk direvisi termasuk direvisi substansinya, bukan hanya prosedurnya," ungkap Imam.
Sebagai informasi, dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Anwar Usman dalam Putusan MK 91/2020 berbunyi,
'bahwa dengan ditolaknya permohonan pengujian formil maka pemeriksaan terhadap konstitusionalitas pengujian materil pada permohonan lain dapat terus dilanjutkan. Menurut kami, ada beberapa materi muatan dalam UU
Ciptaker yang perlu dikabulkan, terutama ihwal hukum ketenagakerjaan. Sebab, hal ini berkaitan erat dengan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fullfil) hak konstitusional buruh, yakni terkait dengan upah, pesangon, outsourcing, dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Oleh karena
itu, pendapat hukum yang berbeda terkait dengan pengujian materiil, akan
disampaikan pada putusan Perkara Nomor 103/PUU-XVIII/2020 yang menguji baik secara formil maupun materil UU a quo'.