Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Heran Saksi yang Melakukan Tender Kebingungan Ditanya Data Menara BTS 4G

Wakil Ketua Pokja Pengadaan Penyedia, Darien Aldiano hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Kemenkominfo

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Hakim Heran Saksi yang Melakukan Tender Kebingungan Ditanya Data Menara BTS 4G
Tribunnews/Ibriza Fasti Ifhami
Hakim Ketua Fahzal Hendri mengingatkan Kepala Biro Perencanaan Kominfo Arifin Saleh Lubis agar tak ragu dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan Jhonny G Plate kepadanya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Pokja Pengadaan Penyedia, Darien Aldiano hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Kemenkominfo, untuk terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (3/8/2023).

Dalam persidangan, Darien dicecar oleh hakim karena tidak mengetahui data yang ditanyakan.

Ia bahkan menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mencari data tersebut pada tumpukan lembaran kertas yang dibawanya.

Mulanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri bertanya ke Darien soal berapa nominal pagu anggaran tower BTS 4G untuk tahun 2021.

"Untuk 2021 sudah ada pagu anggarannya?" tanya hakim. 

Darien yang juga merupakan Kadiv Hukum BAKTI Kemenkominfo meminta izin untuk mencari jawaban tersebut pada berkas yang ia bawa. Namun pencarian itu memakan waktu cukup lama. 

Hakim pun berujar bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam persidangan memang kerap tidak terpikirkan untuk dipersiapkan oleh seorang saksi.

Berita Rekomendasi

Ia heran mengapa hanya satu poin pertanyaan tapi saksi yang notabene terlibat dalam proyek justru tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut.

"Orang yang akan melaksanakan tender aja nggak tahu anggarannya berapa. Udah jadi perkara pun nggak tahu juga. Netizen tahu di luar kayaknya, ini nggak tahu. Sedemikian lemahnya itu lho," kata hakim.

Setelah sibuk mencari-cari data pada lembaran dokumen yang dipegang, saksi baru menemukan data yang ditanyakan hakim.

"Untuk paket 1 berdasarkan data HPS yang disampaikan PPK, paket 1 Sumatera Nusa Tenggara dan Kalimantan untuk Capex sendiri sebesar Rp3,9 triliun dan untuk Opex Rp1,2 triliun. Sehingga HPS total dalam 4 tahun dari tahun 2021-2024 Rp5,1 triliun," jawab Darien.

Namun hakim mengatakan bahwa jawaban tersebut tidak tepat. Pasalnya majelis hanya bertanya berapa pagu anggaran untuk tahun 2021 saja, bukan keseluruhan proyek hingga 2024. Hakim pun menyebut apa yang disampaikan saksi adalah kontrak payung.

"Itu kontrak payung itu mah" kata hakim.

Saksi lain yang juga Anggota Pokja Pemilihan Proyek Penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukungnya, Seni Sri Damayanti mengatakan bahwa pihaknya hanya menerima pagu anggaran secara menyeluruh, bukan untuk satu tahun anggaran.

"Mengenai pagu kami hanya menerima itu saja karena konsepnya CCO," kata Seni.

Mengetahui hal itu, hakim menyampaikan pelelangan pekerjaan yang dilakukan tahun 2021-2024 untuk 7.904 menara. Namun target 4.200 BTS pada Maret 2022 tidak terpenuhi. 

Meski pekerjaan sebelumnya belum rampung, Kemenkominfo tetap melanjutkan menggunakan kontraktor yang sama lantaran telah terikat perjanjian dalam pelelangan yang dilakukan sebelumnya.

"Jadi yang saudara lakukan pelelangan itu pekerjaan dari 2021-2024, ya? Jadi itu juga kontraktornya, walau tidak selesai pekerjaan 4.200 BTS tapi dilanjutkan juga dengan kontraktor yang sama karena sudah terikat dalam pelelangan yang saudara lakukan itu," kata hakim.

Terdakwa Johnny G Plate bersama Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian negara atau ekonomi negara sebesar Rp8,032 triliun.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Johnny memperkaya diri dengan nilai mencapai Rp17,8 miliar.

Adapun dalam dakwaannya, jaksa menyatakan terdakwa Johnny G Plate dalam menyetujui perubahan dari dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan, serta tanpa adanya kajian pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun BAKTI dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA).

Jaksa menyebut Plate mengetahui progres pekerjaan penyediaan BTS 4G bahwa pekerjaan tersebut alami keterlambatan atau deviasi minus rerata 40 persen, dan dikategorikan sebagai kontrak kritis.

Baca juga: Hakim Ancam Jerat Saksi dengan Sumpah Palsu, Imbas Ragu Jawab Soal Tender di Sidang Johnny Plate Cs

Namun terdakwa tetap menyetujui usulan atau langkah yang dilakukan Anang Achmad Latif untuk menggunakan instrumen Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.05/2021 yakni membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan Bank Garansi dan memberi perpanjangan pekerjaan hingga 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menuntaskan pekerjaannya.

Kemudian pada 18 Maret 2022 dalam rapat di Hotel The Apurva Kempinski Bali Nusa Dua, dilaporkan bahwa pekerjaan belum selesai pada Maret 2022. Namun terdakwa meminta Anang selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk tidak memutus kontrak, dan justru meminta perusahaan konsorsium melanjutkan pekerjaan.

Padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022.

Jaksa juga menyatakan bahwa Plate meminta uang kepada mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif sebesar Rp500 juta per bulan dari Maret 2021 - Oktober 2022.

Padahal uang yang diserahkan kepada Plate berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5.

Dalam surat dakwaannya juga, jaksa menyebut terdakwa mendapat fasilitas bermain golf sebanyak 6 kali dengan nilai mencapai Rp420 juta.

Selain itu pria kelahiran Ruteng, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini juga memerintahkan mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif untuk mengirimkan uang demi kepentingan pribadinya. Diantaranya:

1. Pada April 2021, sebesar Rp200.000.000,00 kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur;

2. Pada Juni 2021, sebesar Rp250.000.000,00 kepada Gereja GMIT di Provinsi Nusa Tenggara Timur;

3. Pada Maret 2022 sebesar Rp500.000.000,00 kepada Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus;

4. Pada Maret 2022 sebesar Rp1.000.000.000,00 kepada Keuskupan Dioses Kupang.

Terdakwa juga sekitar tahun 2022 menerima uang sebanyak 4 kali dengan total Rp4 miliar dari Irwan Hermawan dengan rincian masing-masing penerimaan sebesar Rp1 miliar yang dibungkus kardus dan diberikan melalui Windi Purnama kepada Welbertus Natalius Wisang atas perintah Anang.

Uang tersebut kemudian diserahkan oleh Welbertus kepada terdakwa sebanyak 3 kali di ruang tamu rumah pribadi terdakwa di Jl. Bango 1, Cilandak, Jakarta Selatan, dan 1 kali di ruang kerja terdakwa di Kantor Kemenkominfo.

Adapun sub kontraktor jasa instalasi pembangunan menara BTS 4G dijelaskan jaksa, merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan terdakwa Johnny G Plate dan pihak internal Kemenkominfo.

Mereka yang terafiliasi diantaranya:

1. PT Sahabat Makna Sejati yang menjadi Sub Kontraktor di Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan perusahaan milik dari kakak Samuel Pangerapan yang merupakan Dirjen Aptika di Kemkominfo.

2. PT Mangunjaya Eco Dinamic yang menjadi salah satu Sub Kontraktor di Paket 4 dan 5 kuasa direkturnya adalah Lukas Hutagalung yang merupakan teman sekolah mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.

3. PT Rambinet Digital Network bertindak sebagai subkontraktor (supplier) penyediaan NMS VSAT (PRTG) pada paket 4 dan 5 dengan PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS). Direkturnya adalah Yohan Suryanto yang merupakan Tenaga Ahli HUDEV UI.

4. PT Vata Daya Laksana dan PT Visitel merupakan milik atau terafiliasi dengan anak-anak dari Muklis Muchtar yang merupakan teman Terdakwa Johnny G Plate.

Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas