Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kamhar Demokrat: Publik Paham Gugatan Batas Minimal Usia Cawapres Merujuk ke Gibran

Pihak pemerintah dan DPR sudah memberikan keterangan dan condong menyerahkan kembali keputusan itu di tangan MK.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kamhar Demokrat: Publik Paham Gugatan Batas Minimal Usia Cawapres Merujuk ke Gibran
ist
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah memproses gugatan uji materi soal batas usia calon wakil presiden atau cawapres dari usia minimal 40 Tahun menjadi 35 tahun.

Pihak pemerintah dan DPR sudah memberikan keterangan dan condong menyerahkan kembali keputusan itu di tangan MK.

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, merespon judicial review  di MK yang diajukan PSI tersebut.

"Dinamika ini bisa dipahami dan akan menjadi diskursus publik yang berkontribusi pada peningkatan derajat dan kualitas demokrasi jika motif dan semangatnya, benar-benar untuk mencari dan menemukan batas usia minimal terbaik untuk menjadi pemimpin nasional sebagai capres dan cawapres," ujar Kamhar di Jakarta, Sabtu (5/8/2023).

Apalagi kader Gerindra memohon diberikan pengecualian kepada figur yang meskipun belum berusia 40 tahun namun telah berpengalaman sebagai kepala daerah bisa diajukan sebagai cawapres.

Baca juga: PSI Bantah Gugat Aturan Minimal Usia Capres-Cawapres ke MK untuk Majukan Gibran

Namun demikian, Kamhar mengatakan publik mengetahui dan menangkap semangat dari dinamika ini tidak demikian adanya.

"Melainkan merujuk atau diperuntukkan pada Gibran bin Jokowi agar bisa dinominasikan sebagai cawapres pada Pilpres 2024 mendatang," ujar nya.

Berita Rekomendasi

Kamhar yang merupakan Bacaleg DPR RI Dapil Jabar V (Kabupaten Bogor) ini  mengatakan terlepas dari polemik apakah kompetensi, rekam jejak dan jam terbang Gibran memadai atau tidak, terbaca dengan jelas ini adalah bentuk ‘politik cari muka’ serta ‘politik dinasti’.

"Ini persekongkolan jahat yang bersifat patologis bagi demokrasi," ujarnya.

Pihaknya percaya Hakim MK pun bisa mendeteksi persoalan yang sama.

'Dan kami menaruh kepercayaan pada kualitas kenegarawanan Hakim MK serta komitmennya terhadap demokrasi sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat dengan menolak ini," ujar aktivis HMI ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas