Kamaruddin Simanjuntak Berharap Ada Upaya Hukum Jaksa Agung, Terkait Putusan Vonis Ferdy Sambo Cs
Kamarudin Simanjuntak merespon soal vonis Ferdy Sambo Cs yang disunat oleh Mahkamah Agung.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak merespon soal vonis Ferdy Sambo Cs yang disunat oleh Mahkamah Agung.
Diketahui Mahkamah Agung Selasa (8/8/2023) telah menerbitkan putusan kasasi bagi empat terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Seluruh terdakwa diputus MA mendapatkan vonis lebih ringan dari putusan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Baiknya memang begitu (Ada upaya hukum), Jaksa Agung baiknya melakukan upaya hukum, yaitu upaya hukum luar biasa. Jadi agar ada kesamaan dan kepastian hukum," kata Kamaruddin ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).
Adapun sebelummya Mahkamah Agung telah memutuskan untuk mengurangi hukuman Ferdy Sambo dkk terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ferdy Sambo, eks Kadiv Propam Polri yang semula divonis mati pada putusan pengadilan tingkat pertama dan banding, kini dihukum penjara seumur hidup.
Kemudian istrinya, Putri Candrawathi, mendapat kortingan hukuman 50 persen, dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Adapun Kuat Maruf, asisten rumah tangganya memperoleh hukuman 10 tahun penjara dari sebelumnya 15 tahun penjara.
Sementara Ricky Rizal, mantan ajudannya dihukum 8 tahun penjara dari sebelumnya 13 tahun penjara.
Atas ketok palu Majelis Kasasi ini, maka perkara Ferdy Sambo dkk dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Ini sudah berkekuatan hukum tetap. Sudah bisa langsung dieksekusi," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, Selasa (8/8/2023).
Putusan yang telah inkrah itu, berdasarkan Pasal 263 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 30C huruf H Undang-Undang Kejaksaan masih dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK).
Peninjauan Kembali oleh pihak terpidana, dapat diajukan berdasarkan Pasal 263 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Sementara Pasal 30 C Huruf h Undang-Undang Kejaksaan, mengatur ketentuan PK oleh jaksa yang berbunyi:
Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B Kejaksaan (...) mengajukan peninjauan kembali.
Pada bagian penjelasan undang-undang tersebut, Peninjauan Kembali oleh jaksa dapat dilakukan untuk mengimbangi hak terpidana.
"Peninjauan kembali oleh Kejaksaan merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab Kejaksaan mewakili negara dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban, termasuk bagi negara, dengan menempatkan kewenangan Jaksa secara proporsional pada kedudukan yang sama dan seimbang (equality of arms principle) dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali," sebagaimana termaktub dalam dokumen undang-undang tersebut.
Namun belakangan, Pasal Peninjauan Kembali oleh jaksa diralat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada persidangan pertengahan April lalu, MK telah mengabulkan gugatan perkara nomor 20/PUU-XXI/2023.
Satu di antara materi yang dikabulkan, Pasal 30C Huruf h Undang-Undang Kejaksaan beserta Penjelasannya dianggap bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 30C Huruf h tersebut kemudian diputuskan tak lagi berkekuatan hukum mengikat.
Baca juga: Kejaksaan Agung Belum Tentukan Lapas Buat Ferdy Sambo Cs
“Menyatakan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK, Anwar Usman dalam persidangan Jumat (14/4/2023).
Sementara dari pihak Kejaksaan menyatakan sikap menghormati putusan MK soal kewenangan pengajuan PK ini.
"Yang jelas kami akan melaksanakannya karena itu berlaku mengikat pada saat dibacakannya putusan tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi pada Minggu (16/4/2023) lalu.