Psikolog: UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berpihak pada Korban
Psikolog Roslina Verauli mengatakan, jumlah tindak kekerasan seksual, pelecehan seksual pada anak perempuan tidak pernah mewakili data sesungguhnya.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Malvyandie Haryadi
Tapi kan masih banyak ruang - ruang kosong, sehingga kita lengkapi di dalam Undang - undang kekerasan seksual, dan ruang - ruang kosong inilah yang akhirnya kita buat lex specialis tentang kekerasan seksual supaya nanti tidak tumpang tindih dengan hukum pidana," jelas Selly .
Selly menyebut terdapat perbedaan antara Undang - undang Seksual dengan undang undang kesusilaan.
"Selama ini, banyak pertanyaan kenapa diributkan dengan UU kesusilaan?
Jadi yang harus kita ketahui dahulu, bahwa berbeda, UU Kesusilaan dengan UU Seksual.
Di dalam Undang - undang Kekerasan Seksual, kita berbicara tentang sembilan jenis kekerasan seksual plus ada kekerasan seksual lainnya," katanya.
Eni widiyanti, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumahtangga dan Rentan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjelaskan, bahwa KemenpanPPA tengah melakukan sosialisasi UUTPKS.
"Agar para warga negara yang ada di seluruh Indonesia bisa paham bahwa sebetulnya negara betul - betul melindungi mereka, para korban.
Mereka bisa hidup layak, mereka bisa kembali di tengah-tengah masyarakat karena hak - hak mereka bukan hanya pada korban, tapi juga keluarga korban pun dilindungi oleh negara sehingga mereka bisa kembali hidup normal," jelasnya.
Korban kekerasan seksual akan dilindungi secara privasi mereka, dilindungi juga kehidupan mereka secara penghidupan yang layak.
"Model terapis mereka juga akan dipantau negara, karena tidak mudah untuk mereka bisa terjun kembali ketika mereka jadi korban. karena itu mereka butuh healing yang cukup lama, dan itu juga diatur oleh negara. Ada semacam rumah singgah ya kayak begitu," tuntasnya.