Soroti Kualitas Udara yang Buruk, Anggota Komisi VII DPR Sebut Polusi Menyebar di Berbagai Daerah
Anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo mengatakan, kualitas udara buruk saat ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo mengatakan, kualitas udara buruk saat ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Jadi bukan hanya Jakarta.
Untuk itu, penanganan yang dilakukan Pemerintah harus disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
“Memang menyebar di berbagai daerah. Jadi penanganan harus disesuaikan dengan masing-masing daerah. Dalam artian prioritasnya, jadi memang harus dipetakan,” kata Sartono, Kamis (17/8/2023).
Jakarta memang bukan satu-satunya kota yang kualitas udaranya saat ini sedang tidak baik. Kota/kabupaten dengan kualitas udara terburuk adalah: (1) Terentang (Kalimantan Barat) dengan kadar Particulate Matter (PM) 2,5 sebesar 191 ug/m3; (2) Tangerang Selatan (156); (3) Kabupaten Serang (150); (4) Kota Tangerang (134); (5) Jambi (119) (6) Kota Bandung (111)’ dan (7) Jakarta (109).
Karena sudah begitu menyebar itulah Sartono sependapat, bahwa Pemerintah harus concern pada penanganan polusi ini. Terlebih, karena sangat berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
Baca juga: KLHK Bentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Jabodetabek
“Saya sangat prihatin terkait polusi udara saat ini. Tentunya ini menjadi pekerjaan yang harus cepat diatasi, karena menyangkut kesehatan manusia,” lanjutnya.
Sartono juga meminta agar persoalan polusi dan lingkungan menjadi perhatian serius.
Jika tidak, persoalan serupa akan terus terjadi di waktu yang akan datang.
“Makanya saya usul, supaya menjadi isu nasional. Termasuk komitmen Pemerintah ke depan,” kata dia.
Menurut Sartono, yang juga harus diperhatikan adalah beberapa sektor yang berkontribusi cukup besar pada persoalan polusi.
Baca juga: Pemprov DKI Belum Setujui Usulan Menhub Terapkan Aturan 4 in 1 di Jakarta untuk Atasi Polusi Udara
Di antaranya industri, PLTU, transportasi, kehutanan, dan lain-lain.
Ke semua sektor tersebut, menurut Sartono harus meng-upgrade teknologi yng pro udara bersih, sehingga bisa meminimalisasi tingkat polusi.
“Misalnya PLTU, juga harus sering meng-upgrade alat atau teknologi dengan perkembangan saat ini,” lanjutnya
Dalam kaitan itu Sartono berpendapat, standarisasi teknologi memang bisa menjadi tolak ukur untuk mengatasi pencemaran.
Termasuk juga pemberian izin pengelolaan yang harus memenuhi syarat ramah lingkungan.
“Harus ada pembinaan yang dilakukan sehingga perusahaan pembangkit lebih taat, hasil output/limbah udara yang dikeluarkan oleh PLTU juga harus sesuai regulasi standar Kementerian Lingkungan Hidup dan juga Kementerian ESDM sehingga bisa menekan tingkat polusi,” kata dia.