Penuhi Hak Anak untuk Belajar Menyenangkan, Gerakan Transisi PAUD ke SD Jadi Jawaban
Pemerintah, melalui gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan, melarang untuk jadikan tes calistung sebagai syarat utama seorang anak diterima SD.
Editor: Content Writer
Dalam proses MPLS, Dyah juga merasakan bahwa sekolah berupaya membangun kolaborasi untuk bersama-sama menjadikan masa transisi sekolah menjadi mengasyikkan. Komunikasi mengenai perkembangan anak di sekolah terus diinformasikan oleh guru pada orang tua termasuk mengenai berbagai keperluan yang harus dilengkapi untuk proses belajar-mengajar di sekolah
Kami punya grup WA tersendiri untuk komunikasi dengan guru. Selama MPLS, diinformasikan untuk pakaian apa yang digunakan, karena tidak diwajibkan untuk menggunakan pakaian seragam baru. Informasi mengenai anak yang tiba-tiba menangis juga dikabarkan. Ada keterikatan emosional antara guru dan orang tua,” kata Dyah.
Sebagaimana masa MPLS diterapkan di SD tempat anak Dyah bersekolah, penerapan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama turut menjadi perhatian SDN 2 Percontohan Blangkejeren, Gayo Lues, tempat Fitria Ratnawati mengajar.
Fitria yang merupakan guru kelas 1 mengetahui bahwa MPLS ini penting, dengan harapan satuan sekolah dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar, sebagaimana target dari gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan.
Fitria menceritakan bahwa MPLS yang berlangsung dua minggu berdampak sangat baik bagi murid, karena murid jadi tahu tentang kondisi sekolah secara keseluruhan. MPLS juga menjadi kesempatan bagi Fitria untuk menjalin silaturahmi dengan orang tua murid.
"Bersilaturahmi dan bersinergi dengan orang tua membuat kita tahu, akan kita bawa kemana murid-murid yang masih dalam masa transisi ini,” kata Fitria.
Pada masa MPLS, sekolah Fitri ingin menghadirkan kesan terbaik bagi murid, sehingga mereka merasa SD sama menyenangkan dengan PAUD. Salah satu yang dilakukan sekolah dengan mengubah ruang kelas tanpa kursi sehingga penataannya menyerupai ruang kelas PAUD.
"Kami juga mengajak anak-anak untuk dapat bercerita tidak hanya dengan guru Kelas 1, tetapi semua guru, agar murid merasakan bahwa sekolah SD sama menyenangkan dengan PAUD,” terang Fitri.
Menghadirkan transisi PAUD ke SD menyenangkan memang menjadi salah satuan capaian yang diharapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagaimana diungkapkan Mendikbudristek dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-24, dengan tajuk Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan, pada 28 Maret 2023 lalu.
Dalam pidatonya, Nadiem mengungkapkan bahwa Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan ini merupakan sebuah gerakan bersama dengan tiga target perubahan yang harus dilakukan agar tujuan dari gerakan ini dapat terimplementasikan dengan baik.
Baca juga: Kemendikbudristek Minta Pemda Tak Paksakan Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah
Target perubahan pertama, terang Nadiem, adalah menghilangkan tes baca, tulis, hitung (calistung) dari proses PPDB pada SD/MI/sederajat. Hal ini penting dilakukan karena setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar. Sebab pendidikan dasar adalah hak setiap anak, terlepas ia sudah menguasai calistung atau belum.
Terlebih lagi, proses utk dapat calistung tidak instan, sehingga lumrah ditemui kemampuan ini baru muncul saat anak di SD. Sangat tidak adil mensyaratkan anak harus bisa calistung untuk mendapatkan hak layanan dasarnya.
Kedua, penerapan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama, dengan harapan satuan PAUD dan SD/MI/sederajat dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar.
Ketiga, penerapan pembelajaran untuk membangun enam kemampuan fondasi anak di satuan pendidikan di PAUD dan SD/MI/sederajat yaitu, mengenal nilai agama dan budi pekerti; keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi; kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar; kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi; pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.