Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Gelar Sidang Soal Aturan Anggota DPRD Harus Mundur Jika Maju dari Beda Partai

(MK) menggelar sidang perdana Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in MK Gelar Sidang Soal Aturan Anggota DPRD Harus Mundur Jika Maju dari Beda Partai
tangkapanlayar
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Permohonan ini diajukan oleh Para Pemohon, yakni Pemohon I Sefriths Eduard Dener Nau, Misban Ratmaji sebagai Pemohon II, dan Kardinal sebagai Pemohon III.

Para Pemohon menggugat pengujian Pasal 193 Ayat 2 huruf i UU Pemerintahan Daerah, yang berbunyi 'Anggota DPRD Kabupaten/Kota diberhentikan antar waktu karena antara lain menjadi anggota partai politik lain'.

Dalam permohonannya, Kuasa Hukum Para Pemohon, Hendrianus menyampaikan, Para Pemohon merupakan anggota DPRD periode 2019-2024 dari Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), yang pada tahun 2024 tidak lagi menjadi peserta Pemilu.

Ia mejelaskan, hak Para Pemohon dianggap tercederai dengan ketentuan Pasal 193 Ayat 2 huruf i UU Pemerintahan Daerah itu.

Sebab, ia mengatakan, para pemohon saat ini mengajukan diri lagi sebagai calon anggota DPRD Kabupaten. Terutama salah satu Pemohon yang hadir dalam persidangan, yakni maju untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan, dari Partai Hanura.

Sebagaimana diatur dalam pasal 16 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023, berbunyi:

BERITA TERKAIT

“Bakal Calon yang berstatus sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD kabupaten/kota yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu yang berbeda dengan Partai Politik Peserta Pemilu yang diwakili pada Pemilu terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b angka 7 huruf a) melalui Partai Politik Peserta Pemilu menyerahkan surat pernyataan yang dibubuhi meterai dan ditandatangani oleh Bakal Calon yang menyatakan bahwa pengunduran diri telah disampaikan kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang diwakili pada Pemilu terakhir."

Para pemohon diminta untuk menyerahkan surat bukti pengunduran diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Dengan demikian kalau mengacu pada ketentuan pasal yang diajukan untuk diuji pada saat ini, hak mereka tentu terlangkahi karena mereka harus berhenti (sebagai anggota DPRD). Sementara, bahwa para pemohon ketika mau mengajukan diri (di Pemilu 2024) itu masih diinginkan oleh para konstituen utamanya di daerah pemilihan yang bersangkutan, akan terganjal oleh ketentuan ini," kata Kuasa Hukum Para Pemohon, dikutip dari laman YouTube MKRI, Kamis (31/8/2023).

"Para pemohon secara umum telah mengajukan surat pengunduran diri dan apabila ini diteruskan maka para pemohon ini pasti diberhentikan karena alasannya adalah mereka telah mengajukan diri (mundur sebagai anggota DPRD) karena terganjal oleh ketentuan yang pada saat ini kita ajukan dalam konstitusional review (pasal a quo) pada saat ini," ucapnya.

Oleh karena itu, dalam petitumnya, Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Catatan Perludem Pasca-Putusan Sistem Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi

"Menyatakan Pasal 193 Ayat 2 huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," demikian petitum dibacakan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan.

Sebagai informasi, sidang panel dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Daniel Yusmic P Foekh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas